2017 | Syoretta's Blog

Senin, 18 September 2017

TERAPI NUTRISI PADA PASIEN LUKA BAKAR


BAB I 
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu rasa nyeri yang sangat hebat yang pernah atau dapat dialami seseorang yaitu rasa nyeri yang diakibatkan karena terbakar. Sewaktu kejadian luka bakar, terjadi rasa sakit yang sangat hebat karena ujung-ujung dari saraf rusak sehingga menimbulkan perasaan sakit yang terus menerus. Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, kimia, listrik, cahaya, atau radiasi. Luka bakar sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Luka bakar juga merupakan stres fisiologik akibat hipermetabolisme.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau percikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko infeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan teknik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Selain teknik pengobatan dan perawatan luka bakar yang baik, pasien luka bakar juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk mendukung penyembuhannya. Gangguan nutrisi pada pasien yang dirawat dapat disebabkan karena keadaan penyakit penderita atau dapat juga disebabkan kurangnya perhatian petugas kesehatan. Menurut pakar ahli gizi sekitar 75 persen status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan. Penatalaksanaan nutrisi adalah prioritas untuk mengurangi kelihangan gizi selama periode hipermetabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan selama masa penyembuhan. Karena itu pelayanan gizi pasien, khususnya bagi penderita luka bakar, yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan secara dini agar dapat dilakukan upaya pemberian nutrisi yang diperlukan.
Pemberian nutrisi bukan sekadar memberi makan, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan gizi bagi penderita. Dengan demikian kerja sama antara dokter yang merawat dengan ahli gizi sangat diperlukan, agar makanan yang dihidangkan sesuai dengan kebutuhan penderita tersebut.

1.2   Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini, antara lain :
1.    Bagaimana patofisiologi pada luka bakar ?
2.  Apa saja perubahan metabolisme pada luka bakar ?
3.  Apa saja terapi nutrisi pada luka bakar ?
4.  Apa saja jalur pemberian terapi nutrisi pada luka bakar ?
5.  Bagaimana pemantauan terapi nutrisi pada luka bakar ?
6.  Bagaimana evaluasi terapi nutrisi pada luka bakar ?

1.3          Tujuan Masalah

1.    Untuk memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi luka bakar
2.  Untuk memberikan pengetahuan mengenai perubahan metabolisme pada luka bakar
3.  Untuk memberikan pengetahuan mengenai pemberian nutrisi pada penderita luka bakar.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1      Patofisiologi

Luka bakar timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik , atau bahan kimia. Luka bakar diklarifikasikan berdasarkan kedalaman dab luas daerah yang terbakar.

1.1          Tipe Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman dan Tingkat Keseriusan

a.     Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar
Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama, derajat kedua superfisial, derajat kedua dalam atau derajat ketiga. Luka bakar yang merusak tulang, otot, dan jaringan dalam dapat di klasifikasikan sebagai derajat keempat. Luka bakar akibat sengatan arus listrik menyebabkan robeknya jaringan dan digolongkan sebagai luka bakar derajat empat.

1.    Luka Bakar Derajat Pertama
Terbatas di epidermis, misalnya terbakar matahari. Terdapat eritema dan nyeri, tetapi tidak segera timbul lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan jaringan parut. Biasanya tidak timbul komplikasi.
2.  Luka Bakar Derajat Kedua Superfisial
Meluas ke epidermis dan kedalam lapisan dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan menimbulkan lepuh dalam beberapa menit. Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun orang-orang tertentu terutama orang Amerika keturunan Afrika, dapat mengalami jaringan parut karena luka ini. Penyembuhan biasanya memerlukan waktu sebulan. Komplikasi jarang terjadi, walaupun mungkin timbul infeksi sekunder pada luka.
3.  Luka Bakar Derajat Kedua Dalam
Meluas ke seluruh dermis. Folikel rambut mungkin utuh dan akan tumbuh kembali. Luka bakar jenis ini hanya sensitif parsial terhadap nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik. Namun, daerah disekitarnya biasanya mengalami luka bakar derajat kedua superfisial yang nyeri.
        Pada luka bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu beberapa minggu dan pembersihan (debridement ) secara bedah untuk membuang jaringan yag mati. Biasanya diperlukan tandur kulit pada luka bakar ini selalu terjadi pembentukan  jaringan parut.
4.  Luka Bakar Derajat Ketiga
Meluas ke epidermis, dermis dan jaringan subkutis. Kapiler dan vena mungkin hangus dan aliran darah ke daerah tersebut berkurang. Saraf rusak sehingga luka tidak terasa nyeri. Namun, daerah di sekitarnya biasanya memperlihatkan nyeri seperti pada luka bakar derajat kedua. Luka bakar jenis ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sembuh dan diperlukan pembersihan secara bedah dan penanduran. Luka bakar derajat ketiga membentuk jaringan parut dan jaringan tampak seperti kulit yang keras. Luka bakar derajat keempat meluas ke otot dan tulang jaringan dalam.
 b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka bakar
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu :
1.    Luka bakar mayor
         Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
         Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
         Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
         Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat   dan luasnya luka.
         Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
2.    Luka bakar moderat
         Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-    anak.
         Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
         Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan               perineum.
3.    Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak      (1992) adalah :
         Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari   10 % pada anak-anak.
         Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
         Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
         Luka tidak sirkumfer.
2.1.2          Luas Luka Bakar

Luas luka bakar mengacu kepada presentase luas luka bakar derajat kedua atau lebih dibandingkan dengan luas permukaan tubuh. Untuk menentukan luas luka bakar, tubuh dibagi menjadi prsentase relatif luas permukaan. Sebagai contoh, lengan (atas dan bawah) dianggap memiliki luas 9% dari luas permukaan tubuh, sedangkan tungkai 18%. Prsentase luas tubuh yang terbakar dijumlahkan sehingga didapat presentase total. Penentuan presentase luka bakar dengan metode ini disebut “Rumus Sembilan”(rules of nine). Luka bakar luas didefinisikan sebagai luka bakar yang mengenai 25% sampai 40% luas permukaan tubuh seorang dewasa, dan antara 15% sampai 25% luas permukaan tubuh anak. Luka bakar yang luasnya lebih dari 40% pada orang dewasa atau 25% pada anak berkaitan dengan angka kematian yang tinggi. Tingkat kesehatan keseluruhan dari pasien harus dipertimbangkan sewaktu memperkirakan daya hidup pasien luka bakar. Anak-anak dan orang tua memiliki angka kematian yang meningkat dibandingkan orang dewasa muda atau usia pertengahan. Orang yang terkena luka bakar luas harus dipindahkan ke fasilitas khusus perawatan luka bakar sesegera mungkin.
1. Dewasa
·       Kepala bagian depan                        4,5%
·       Kepala bagian belakang                   4,5%
·       Dada                                        9%
·       Punggung atas                         9%
·       Perut                                       9%
·       Punggung bawah                        9%
·       Kelamin                            1%
·       Lengan atas depan                  4,5%                              
·       Lengan atas belakang                      4,5%              
·       Tungkai depan                          9%
·       Tungkai belakang                     9%

     TotaI 100%

2. Bayi
·       Kepala dan leher                     21%
·       Badan bagian depan         13% 
·       Badan bagian belakang            13%
·       Lengan                             10%
·       Tungkai                            13.5%
·       Bokong                             5%
·       Alat Kelamin                    1%

2.1.3  Efek Luka Bakar yang Luas

Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh. Semua sistem terganggu, terutama sistem kardiovaskular. Karena semua organ memerlukan aliran darah yang adekuat, maka perubahan fungsi kardiovaskular memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan passien.

2.1.4           Respon Kardiovaskular pada Luka Bakar yang Luas

Dalam beberapa jam setelah luka bakar yang  luas, kemampuan kapiler untuk berfungsi sebagai sawar difusi hilang, dan cairan keluar dari sistem vaskular.  Terjadi penimbunan filtrat di ruang interstisium diantara sel-sel sehingga terjadi edema interstisium yang luas dan penurunan drastis tekanan darah. Dapat timbul syok ireversibel. Hilangnya integritas kapiler digambarkan sebagai hilangnya sumbatan kapiler. Mekanisme penyebab hilangnya sumbatan kapiler belum sepenuhnya dipahami, walaupun riset-riset mengisaratkan bahwa beberapa mediator peradangan, termasuk histamin dan prostaglandin, ikut berperan. Histamin dan sebagian prostaglandin adalah vasodilator kuat.
Selama priode kebocoran kapiler, sel-sel darah putih dan merah tidak melewati kapiler. Hal ini meningkatkan kepekatan darah dan menyebabkan aliran darah merambat. Pasien beresiko mengalami pembentukan bekuan darah. Dapat terjadi syok ireversibel. Dengan melemahnya denyut jantung, terjadi penimbunan darah diparuh sehingga timbul kongesti paru  dan peningkatan peningkatan resiko pembentukan embolus. Penimbunan aliran darah ke ginjal menyebabkan hipoksia ginjal dan pengeluaran urin menjadi berkurang. Sistem renin-angiostensin terangsang sehingga mengalami peningkatan volume, maka edema semakin parah dan semakin meningkatkan resiko kongesti paru dan pneumonia. Hipoksia saluran cerna menyebabkan cedera pada sel-sel penghasi mukus sehingga timbul ulkus lambung dan deodenum. Dalam waktu sekitar 24-48 jam setelah luka bakar, kapiler tersumbat kembali dengan dan cairan secara perlahan diserap ulang ke dalam sirkuasi. Namun, efek dari hilangnya sumbatan tersebut masih ada dan risiko morbiditas dan mortalitas tetap tinggi.

1.5          Respon Sel Terhadap Luka Bakar

Sel-sel mengalami kebocoran elektrolit, sehingga natrium tertimbun di dalam sel dan terjadi pembengkakkan. Kalium keluar sel dan masuk ke cairan ekstrasel. Magnesium dan fosfat keluar dari sel. Perubahan-perubahan ini mempengaruhi potensial membran semua sel dan dapat menyebabkan disritmia jantung serta perubahan pada fungsi susunan saraf pusat.
Luka bakar yang luas menghambat fungsi imun. Berkurangnya fungsi imun, disertai hilangnya fungsi protektif kulit, menempatkan pasien pada risiko tinggi infeksi. Penurunan fungsi kekebalan tampaknya disebabkan oleh pelepasan hormon-hormon, tidak terbatas pada glikokortikoid, terutama kortisol. Kortisol dikeuarkan dalam keadaan stres dan merupakan imunosupresan pada konsentrasi tinggi.
Pada luka bakar yanga luas, laju metabolisme secara drastis meningkat. Peningkatan kecepatan metabolisme dapat terjadi akibat pengaktivan sistem saraf simpatis dan akibat hialangnya panas sewaktu kulit rusak. Pusat kontrol suhu di hipotalamus terpengaruh oleh respons terhadap luka bakar yang luas, sehingga terjadi pengaktivan di titik tertentu di hipotalamus. Hal ini dapat terjadi dari respons peradangan yang luas karena jaringan yang mulai sembuh membutuhkan banyak kalori.
Luka bakar selalu diikuti respon stres. Respon stres dirancang untuk :
1.    Memproduksi cukup kkal untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang meningkat dari luka bakar. Meningkatnya sekresi epinefrin, norepinefrin, dan kortikosteroid akibat dari pemecahan  glikogen, simpanan lemak, dan protein tubuh, terutama otot-otot skletal. Efek bersih dari luka yang parah adalah meningkatnya kehilangan nitrogen urin, otot-otot yang menyusut, dan kehilangan berat.
2.  Mempertahankan volume darah. Sekresi hormon antidiuretik (ADH) meningkat selama respon stres, dengan menurunya jumlah urin yang keluar dan retensi cairan.

 1.6          Gambaran Klinis

1.    Luka bakar derajat pertama ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
2.  Luka bakar derajat kedua superfisial ditandai oleh segera terjadinya lepuh dan nyeri hebat
3.  Luka bakar derajat kedua dalam ditandai lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
4.  Luka bakar derajat ketiga tampak datar, tipis, dan kering. Dapat ditemukan kogulasi pembuluh-pembuluh darah. Kulit mungkin tampak putih atau hitam dan leathery.
5.  Luka bakar listrik munkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang manjadi gembung. Internal akibat luka bakar listrik biasanya timbul di titik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak di bagian luar.

2.1.7    Komplikasi

1.    Setiap luka bakar dapat terinfeksi yang mengakibatkan cacat lebih lanjut atau kematian
2.  Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli paru.
3.  Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolu. Dapat terjadi kongesti paru akibat gagal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom distres pernapasan pada orang dewasa.
4.  Gangguanelektrolit dapat menyebabkan disrutmia jantung
5.  Syok luka bakar dapat secara ireversibel merusak ginjal sehingga timbul gagal ginjal dalam satu atau dua minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal akibat hipokisia ginjal atau rabdomiolisis (obsruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luar).
6.  Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mukus sehingga terjadi ulkus peptikun.
7.  Dapat terjadi koagulasi intravaskulas diterima (DIC) karena destruksi jaringan yang luas
8.  Pada luka bakar yang luas akan menimbulkan kecacatan, trauma psikologis dapat menyebabkan depresi, perpecahan keluarga, dan keinginan untuk bunuh diri. Gejala-gejala psikologis dapat timbul setiap saat setelah luka bakar. Gejala-gejala dapat datang dan pergi berulang-ulang kapan saja seumur hidup.
9.  Beban biaya pada keluarga pasien pengidap luka bakar yang luas sangat besar. Apabila pasien orang dewasa, yang hilang tidak saja penghasilan tetapi perawatan pasien tersebut juga harus terus menerus dan mahal.


2.2       Perubahan Metabolisme pada Luka Bakar

Kasus luka bakar merupakan suatu keadaan stress metabolisme yang menyebabkan respon neuroendokrin.keadaan ini disebut juga hoper metabolisme.Reaksi pertama dari luka bakar dikenal dengan fase awal/fese akut/fase syok yang berlangsung singkat,ditandai dengan terjadinya penurunan tekanan darah,curah jantung,suhu tubuh,dan konsumsi oksigen,serta hilangnya cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya hipofolemi,hipoperfusi,dan aksidosisi laktat.
Reaksi selanjutnya disebut fase flow yang berlangsung selama beberapa minggu atau lebih.pada fase ini terjadi kondisi hepermetabolisme dan hiperkatabolisme.dibandingkan cidera lainya,terdapat fase hepermetabolisme yang ditandai dengan peningkatan pemakaian energi yang disertai kehilangan panas melalui proses penguapan (evaporative haet loss),peningkatan akyivitas selular,dan pelepasan peptidaparakrin.
Peningkatan evaporative haet loss dan stimulasi β adrenergik disebabkan oleh beberapa hal :
·     Jaringan yang mengalami kerusakan (dan atau kehilangan) tidak aktif sebagai sarana protektif.
·     Peningkatan aliran darah kelokal cidera sehingga panas dari sentral dilepas didaerah tersebut,dan melalui proses evavorasi terjadi kehilangan cairan dan panas yang menyebabkan penurunan suhu tubuh (energi panas yang digunakan untuk proses evavorasi kurang lebih 578 kcal/Liar). Dengan peningkatan aliran darah kedaerah lokal cidera,terjadi peningkatan curah jantung secara disproporsional yang memacu kerja jantung.disisi lain,peningkatan suhu pada daerah luka akibat bertambahnya naliran kedaerh lokal cidera ini secara teoritis akan mempercepat proses penyembuhan.namun pada kenyataan nya kehilangan panas (energi) akan diakselarasi oleh adanya febris.

                IWL = (25 + %LB) x TBSA x 24jam
 
Kondisi evavorative head loss dan jaringan luka yang terbuka menyebabkan kehilangan cairan tubuh ytang berlebihan,karena perlu mempertimbangkan insesible water loss(IWL) lebih banyak dari biasanya. Perhitungan IWL pada penderita luka bakar menggunakan persamaan :
    

%LB = presentase luka bakar
TBSA = Total body surfese area
      Stimulus β adrenergik menyebabkan melepasnya hormon stress (katokolamin,kortison,glukagon),dan adanya resistensi insulin akan menyebabakan peningkatan laju metabolisme disertai perubahan metabolisme berupa glikolisis,glikogenolisis,proteolisis,lipolisis,dan glukoneogenisis,selain itu terjadi pila retensi natrium,dan reasobsi air.
         Perubahan metabolisme pda penderita luka bakar bukan hanya terjadi  oleh adanya perubahan hormon stress saja,tetapi juga disebebkan oleh mediator sel radang seperti sitokin,eikosanoid(prostaglandin,tromboksan,leukarin) dan radikan bebas yang dilepaskan kedalam sirkulasi menyusul terjadinya suatu cidera jaringan.reaksi dari mediator-modiator ini dikenal sebagai SIRS.Pelepasan sitoksin seperti IL-1,IL-2,IL-6,dan TNF akan menyebabkan keadaan hiperkatabolisme menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama,keadaan tersebut akan memperburuk perjalanan penyakit pada luka bakar.
Gejala klinik yang timbul pada status katablik ekstensif iniadalah kelemahan,emasiasi,kelelahan,gangguan fungsi organ vital dan balans energi negatif.untuk menghadapi kondisi stress,diperlukan kebutuhan energi yang lebih besar,bahkan pada penderita luas luka bakar lebih dari 40% luas permukaan tubuh akan terjadi penurunan BB mencapai lebih kurang 20%,pada penurunan BB 10-40% akan dijumpai kondisi yang dapat disamakan degan malnutrisi sedangakn bila penurunan BB mencapai 40-50% akan menggambarkan kondisi keseimbangan mekrogen negatif dengan kehilangan massa protein lebih kurang 25-30%,bila kondisi ini terjadi akan berakibat fatal.
1.    Metabolisme Karbohidrat
Glukosa adalah sumber bahan bakar metabolik utama untuk semua komponen seluler pada proses penyembuhan luka bakar. Pada kondisi trauma berat, khususnya pada luka bakar terjadi keadaan hiperglikemi yang disebut Burn pseudo diabetes. Level glukosa darah meningkat pada pasien luka bakar dibandingkan level sirkulasi insulin selama resulstitasi. Peningkatan hormone anti–insulin (kotekolamin, glukagon, kartisol) akanterjadi untuk meng’ conter’ efek miningkan insulin dan diperlukan untuk menjaga glukoneogenisis yang adekuaat untuk memenuhi kebutuhab energi pasien. Pada daerah luka terjadi peningkatan aliran darah setempat dan uptake glukosa tampa disertai peningkaatan kosumsi oksigen hal ini akan menghasilkan keadaan metabolisme anaerob yang mengubah glukosa menjadi laktat.
Kesimpulanya, glukasa diperlukan untuk penyembuhan luka dan fungsi imun pada penderita luka bakar disuplai oleh hati dari sekuens glukosa-laktat-glukasa dari siklus Cary, dan dari pengubah asam amino yang disumbangkan oleh pemecahan otot perifer. Suplai glukosa melalui suppot nutrisi akan mengurangi proteolisis dan memilihara massa bebas lemak. Akan tetapi pasien luka bakar mungkin mengalami kesulitan metobolisme glukosa ketika diberi asupan lebih besar dari 4-5 mg/kg/menit. Oleh karena itu maka dalam pemberian makanan tambahan harus dilakukan perhitungan kebutuhan kalori yang sesuain untuk pasien luka bakar dan terdiri dari lemak serta protein.
2.   Metabolisme Lemak
  Normalnya metabolisme lemak menyediakan porsi energi paling besar yang digunakan pada saat kestersediaan glukosa tidak adekuat. Rendahnya konsentrasi insulin di sirkulasi menyebabkan peningkatan lipolisi dan kitogenesis, dan jaringan perifer di ubah ke metabolisme gliserol, asam lemak  bebas, dan badan keton.
  Perubahan neuroendokrin yang menyertai luka bakar mengubah metabolisme lemak secara signifikan. Lipolysis meningkat setelah luka bakar, sebagai respon dari meningkatnya kotekolamin di sirkulasi, serta gliserol dan asam lemak bebas di jadikan bahan bakar oleh jaringan yang tidak terbakar. Ketogenesis menurun pada pasien luka bakar. Badan keton merupakan salah satu sumber energi alternatif utama yang digunakan selama priode starvasi, hal ini menyebapkan meningkatnya kebutuhan untuk gluconeogenesis. Efek protein sparring pada lemak terbatas pada luka bakar. Penambahan kandungan lemak dalam diet yang lebih besar dari 30% dapat merusak fungsi imun dan tidak akan menyediakan tambahan massa tubuh bebas lemak.
3. Metabolisme Protein
        Penderita luka bakar tidak hanya menggunakan protein untuk gluconeogenesis tapi juga untuk membentuk protein fase akut, penyembuhan muka, mempertahankan fungsi imun, serta mengganti hilangnya protein melalui eksudat luka. Kerena asam amino dilepaskan hanya oleh jaringan yang tidak terbakar, maka asam amino menurun pada pasien dengan luka bakar luas.
        Akibat dari perubahan hormona yang terjadi, proteolysis di otot perifer meningkat cepat dan dilepaskanya alanin dan glutamin. Alanin adalah amino acid glukoneogenik penting, dan pengukuran pengeluaran alanine  dari otot skelet pada pasien luka bakar meningkat 3 kali lipat. Besarnya pelepasan alanin periper ini sebanding dengan luas luka bakar dan parallel dengan besarnya gluconeogenesis dan ureogenesis. Disfungsi hepatic sekunder pada sefsis dan adanya penyakit hepatic dapat mempengaruhi evektifitas perubahan alanin menjadi glukosa dan menyebapkan komplikasi dalam managemen metabolic. Sedangkan glutamin merupakan bahan bakar untuk epital usus, sel imunitas, dan pembentukan amunia di ginjal.
        Kesimpulannya, tujuan dari support nutrisi adalah untuk meminimalisasi proteolysis yang terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, dengan cara menyediakan sumber alternative glukosa dan protein.
4. Metabolisme Air
        Pasien luka bakar mengalami kehilangan cairan yang sangat banyak. Cairan tubuh menguap melalui kulit, pasien memerlukan lingkungan pada suhu yang hangat dan perawatan yang intensif, dalam 24 jam pertama resusitasi memerlukan cairan sampai 30 Liter. Munculnya eksudat menyebabkan lebihbanyak cairan yang hilang. Selain itu temperature tubuh pasien meningkat dan pasien sering mengalami demam.
5. Metabolsime Elektrolit
     Hiponatemia dapat terjadi pada pasien yang penguapan berkurang drastis karena pemakaian pembalut ata grafting , yang akan mengubah cairan. Atau pada perawatan menggunakan siver nitrat, yang cenderung menarik natrium dari luka. Hipokalemia  sering terjadi selama periode resusitasi dan selama sintesis protein. Peningkatan serum kalium dalam darah menandakan hidrasi yang tidak adekuat.
     Hipokalsemia  terjadi bersama hipoalbuminemia pada pasien luka bakar yang luasnya lebih dari 30% luas permukaan tubuhnya. Kehilangan kalsium yang berlebihan terjadi bila pasien dimobilisasi atau dirawat dengan silver nitrat. Magnesium juga mungkin hilang melalui luka bakar sehingga memerlukan perhatian.
     Hipophosphatermia diidentifikasi pada pasien luka bakar berat. Hal ini terutama terjadi pada pasien yang menerima cairan resusitasi dalam jumlah besar dengan infus parenteral solusi glukosa dan pemberian antasid dosis tinggi untuk pencegahan stress ulcer. Kadar serumnya harus dimonitor dan diperlukan suplementasi fospat.
6. Metabolisme Mineral
   Zinc  level terdapat pada luka bakar. Zinc adalah kofaktor dalam metabolisme energi dan sintesis protein. Anemia dapat terjadi karena defisiensi besi, dan diterapi dengan pemberian packed red blood cells.
7. Metabolsime Vitamin
        Vitamin c dihubungkan dengan sintesis kolagen dengan fungsi imun, dan diperlukan dalam penyembuhan luka. Vitamin A adalah nutrient pentign untuk fungsi imun dan epitalialisasi.

2.3  Terapi Nutrisi

        Support nutrisi adalah factor yang paling penting dalam perawatan untuk pasien luka bakar. Penyembuhan luka hanya dapat terjadi pada fase anabolik. Pemberian makanan enteral yang  dini (dalam 4-12 jam) memperlihatkan penurunan respon hiperkatabolik, menurunkan pelepasan katakolamin dan glukagon, menambah berat badan, dan memperpendek masa perawatan di rumah sakit.
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar ditunjukkan pada table berikut :

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar
1.meminimalisasi respon metabolik dengan cara:
·       Mengontrol suhu lingkungan
·       Mempertahankan  keseimbangan cairan dan elektrolit
·       Mengontrol rasa sakit dan cemas
·       Menutup luka bakar segera
2.memenuhi kebutuhan nutrisi dengan cara :
·       Menyediakan kalori yang cukup untuk mencegah berat badan lebih besar dari 10% berat badan normal.
·       Menyediakan protein yang cukup untuk tercapainy positif nitrogen balance dan mempertahankan atau menggantikan cadangan protein
·       Menyediakan suplementasi vitamin dan mineral yang di indikasikan
3. mencegah ulcer curling dengan cara:
·       Menyediakan antasid atau pemberiaan makanan enteral continu.


1. Kebutuhan Kalori
Rumus yang telah ada dapat menghitung kebutuhan kalori pasien luka bakar secara akurat. Persamaan harris – benedict kurang dapat memperkirakan kebutuhan kalori karena tidak melibatkan faktor stress, dan studi yang dilakukan menentukan faktor stress bervariasi dari 1.5 hingga 2.1 .

Pria        : 66,47 + ( 13,75 x BB [kg]) + (5 x TB [cm]) -  (6,76 x umur [Tahun]) x AF x BF

Wanita   : 65,51 + (9,56 x BB [kg]) + 1,85 x TB [cm]) – (4,6 x umur [Tahun]) x AF x BF

AF   :  Actifity factor = 1,2 – 1,3
BF    : Burn faktor      = 1,5 – 2,1 (deep burn).
Sebalikanya, rumus dari curreri berlebih untuk mengukur kebutuhan kalorinya, yaitu :
Kebutuhan energi = 25 kcal/kg = 40 kcal% BS area

        Saat ini pemberian energi untuk penderita luka bakar tidak boleh melebihi 30-40 kcal /kg per hari
        Pengukuran metabolic rate pada pasien luka bakar yang dirawat di united state institute of surgical research ( USAISR) telah digunakan un tuk merumuskan nutrisi berdasar umur, ukuran tubuh, dan luas luka bakar. Analisis yang kini di dapat dari kalori meter linier dengan plateau REE pada 2-2,5x BMR saat luka bakar 60% atau lebih indirek menemukan hubungan linier antara metabolic rate luas luka bakar dan bertentangan dengan studi-studi sebelumnya, yang menemukan kurva dari luas permukaan badan. Studi serupa diuniversitas toronto mendeskripsikan hubungan linier antara  prentase total area tubul yang terbakar, basal energy expenditure yang di harapkan (diukur dengan rumus Harris-Benedict), suhu tubuh, jumlah hari setelah terbakar, dan termogenik efek makanan. Ke dua studi ini mengkonfirmasi rumus berdasarkan studi metabolic sebelumnya yang overestimate kebutuhan kalori pasien luka bakar pada perwatan masa kini.
        Hubungan antara kebutuhan energi dan luas luka bakar kosisten untuk pasien yang bernapas bebas, tapi variasi data dari pasien yang di beri bantuan ventilasi mekanik mebuat perkiraan kebutuhan kalori kurang akurat. Data kalorimeter indirek pada pasien dengan ventilasi mekanik dapat menjadi tidak akurat karena adanya ventilasi area yang mati (dead space), kebocoran udara pada sistem ventilatory, dan peningkatan kerja pernapasan selama sedasi yang inadekuat. Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada pasien dengan ventilator mekanik harus diukur pertama­-tama dengan kalorimeter indirek tapi harus dievaluasi respon pasien terhadap support nutrisi.
        Studi longitudinal REE pada pasien luka bakar ditemukan tidak ada hubungan antara energi ekpenditur dengan luas luka bakar. Walaupun eksisi total segera dan skin grafting pada keseluruhan luka baar dapat menghilangkan respon hipermetabolik, eksisi luka bakar yang dini dan penutupan luka pada 48-72 jam tidak memberikan efek pada metabolic rate.
        Pennetuan kebutuhan kalori, baik yang didapat melalu rumus maupun dari kilometre indirect, harus dikoreksi untuk aktivitas, walaupun sekarang ini dilaporkan pada pasien rawat inap, yang sakit parah tidak memerlukan koreksi untuk aktivitas, pada pasien luka bakar biasanya dilibatkan dalam program terapi fisik ekstensive untuk meminimalisasi komplikasi luka bakar. Biasanya, kalori akhir yang didapat 20-25%  lebih basar dari REE.
        Pemberian karbohidrat dan lemak dengan jumlah adekuat untuk memenuhi kalori yang mungkin dapat menjadi komplikasi karena perubahan substrat metabolisme dan system GI yang telah disebutkan sebelumnya. Secara umum, kebutuhan kalori untuk pasien luka bakar dapat dipenuhi dengan pemberian solusi enteral standar pada jumlah yang dapat ditolerir oleh system GI. Contoh penentuan kalori menggunakan rumus USAIR.
Diperlihatkan dalam table -1

Table 1. Sampel Kalkulus Kebutuhan Kalori

1. Seorang pria berusia 30 tahun dengan 30% TBS luka bakar TB = 70’’ , BB = 170 LB
2. BSA (m²) =  = 1,95 m²
3. BMR = 54,337281 – 1,19961 (30) + 0,02548 (30)² - 0,00018 (30)³ = 36,42 kcal
4. REE = ( BMR x [0,89142 + {0,01335 x TBS}]) x BSA x 24 x AF
    REE = 36,42 [0,89142 + {0,01335 x 30}] x 1,95 x 24 x 1,25 = 2752.5 kcal perhari

TBS = Total Burn Size
BSA = Body Surface Area
BMR = Basal Matebolic Rate
REE = Resting Energy Expenditure
AF = Activity Factor
        Selain itu, rumus Galveston biasa digunakna untuk memperkirakan kebutuhan kalori pada luka bakar segala umur = 1800 kkal/m² + 2200 kkal/m² dari luka bakar. Untuk anak kurang dari 3 tahun, rumus polk dapat memeprkirakan kebutuhan kalori dengan rumus :
(60 kkal x Kg BB) + (35 kkal x % luka bakar)
2. Kebutuhan Nitrogen
        Penentuan keseimbangan nitrogen pada pasien luka bakar disulitkan dengan kehilangan protein dari luka terbuka. Pasien luka bakar yang dalam keadaan hipermetabolic dan starvasi dapat kehilangan 30gr nitrogen/hari , dengan 20-30% kehilangan terjadi pada pembentukan eksudat serosa dari luka bakar.
        Studi yang dilakukan Waxman dan rekan-rekannya, meneliti kehilangan protein dari permukaan yang selruuh atau sebagian ketebalan luka bakar. Peneliti-peneliti tersebut menemukan bahwa rata-rata kehilangan protein/hari melalui luka bakar untuk akhir luka minggu pertama dapat diperkirakan sebagai berikut
Protein loss (g)= 1,2 x BSA (m2) x % luka bakar
·         Pada minggu kedua paska luka bakar kehilangan pretein menjadi tinggal setengahnya ; protein loss (g)= 0,6 x BSA (m­2) x % luka bakar
Sedengkan kehilangan Nitrogen melalui luka bakar diperkirakan:
·       untuk luka bakar hari 1-3:
Nitrogen loss (g)= 0,3 x BSA x % luka bakar
·       untuk luka bakar hari ke 4-16 digunakan rumus pada tabel di bawah ini, sehingga kebutuhan protein harian dapat diperkirakan.
Kebutuhan protein perhari dapat dihitung dengan formula berikut ini :
Kebutuhan protein = 6,25x kebutuhan energi (kcal)/ 150

Tabel 2 Nitrogen balance pada Pasien Luka Bakar

Intake= gram protein / 6,25
Output= UUN/0,8+g+wound factor
Wound factor:
Paska luka bakar hari 1-3=0,3x(BSA) x (TBS)
Paska luka bakar hari 4-16= 0,1x(BSA)X(TBS)
4g = inseneible loss
UUN= Urinary Urea Nitrogen
TBS= Total Body Surface Area burn(%)
BSA= Body Surface area



Positif nitrogen balance pada pasien luka bakar tidak dapta diperkirakan melalui konstrrasi albumin,prealbumin,retinol-binding protein,atau transferin.perubah level protein visecrel sebagai protein penunjang juga tidak memiliki korelasi dengan nitrogen balence.pertentangan ini adalah manifestasi dari kehilangan protein yang tejadi melalui luka bakar,bersamaan dengan variabel volume cairan infus selama periode resusitasi dan sesudahnya.
 
Ø Nutrisi enteral
Indikas nutrisi enteral :
1.    Luas luka bakar > 20% permukaan tubuh.
2.  Nutrisi alami tidak memungkinkan karena penurunan kesadaran,luka bakar pada wajah,jejas pada traktus respiratorius,trakeostomi.
3.  Adanya status malnutrisi sebelum luka bakar,penyakit krosnis yang parah.

Ø Keuntungan nutrisi enteral dari pada varental adalah :
1.    Memproteksi membrane nukosa intestine
2.  Mencegah translokas i bakteri
3.  Lebih fisiologis
4.  Menurunkan resiko infeksi
5.  Lebih murah.

Ø Metode nutrisi enteral :
1.    Dengan NGT
2.  Nasoduodenal / nasojejunal tubes
3.  Percutanneous gastrotome (durasi lama sampai 155 hari)

Ø Kandungan nutrisi enteral
1.    Karbohidrat  : < 5-7 mg/kg/menit.
2.  Protein : 22-25% dengan mempertimbangkan keseimbangan cairan,kadar nitrogen,dan kreatinin dalam darah atau 2,5-3,0 g/kg BB pada anak-anak.
3.  Lemak : <40% kalori non protein atau 5-15% total kebutuhan energi
4.  Mikroelemen (Zn,Tembaga,Se)
5.  Vitamin (vit-c,B1,B6,B12,A,E)
6.  Imunomodulator (leucine,glutamin,arginin,omitin-eketoglukarat,asam lemak,ω3).

Sebagai nutrisi enteral dimulai sesegera mungkin setelah periode syok berakhir,biasanya hari kedua atau ketiga setelah kejadian luka bakar.Namun penelitian menunjukan bahwa nutrisi enteral sudah dimulai dari 6 jam setelah trauma untuk mencegah translokasi bakteri yang da[at mencegah terjadinya sindrom sepsis.sehingga sebaiknya nutrisi enteral dimulai dengan campuran hipokalori (0,5 kcal/ml) dengan kecepatan 25 ml/jam. Jika dapat ditoleransi  baik oleh pasien maka dapat dinakikan 25 ml/8jam sampai menjadi 100-120ml/jam.

2.4  Jalur Pemberian Nutrisi

a. Pemberian Nutrisi Melalui Oral

Pemberian nutrisi melalui oral dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi  kebutuhan nutrisinya sendiri dengan cara membantu memberikan nutrisi melalui oral(mulut).Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan membangkitkan selera makan pasien.

b.   Pemberian Nutrisi Melalui Pipa penduga/lambung atau NGT

    Pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung dilakukan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral,misalnya karena sulut menelan.Oleh karena diberikan melalui pipa penduga,nutrisi yang diberikanadalah nutrisi yang berbentuk cair.
    Prosedur kerja pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung adalah sebagai berikut.

1.    Alat dan bahan
·   Pipa penduga dalam tempatnya
·   Corong
·   Spuit 20 cc
·   Pengelas
·   Bengkok
·   Plester,gunting
·   Makanan dalam bentuk cair
·   Air matang
·   Obat
·   Stetoskop
·   Klem
·   Vaksin
2.  Prosedur Kerja
·       Cuci tangan sebelum memulai tindakan
·       Jelaskan prosedur kerja yang akan dilakukan kepada pasien
·       Atur posisi pasien dengan posisi semi-fowler
·       Bersihkan daerah hidung
·       Pasang pengalas didaerah dada
·       Letakan bengkok didekat pasien
·       Tentukan letak pipa dengan cara mengukur panjang pipa dari epigastrum sampai hidung,kemudian dibengkokan ke telinga dan beri tanda batasnya
·       Berikan vaselin atau pelican pada ujung pipa dan klem pangkal pipa tersebut
·       Masukan pipa melalui hidung secara perlahan-lahan sambil mengnjurkan pasien untuk menelannya
·       Pastikan bahwa pipa sudah masuk ke lambung dengan cara sebagai berikut.Masukan udara dengan spuit melalui pipa penduga dan dengarkan dengan stetoskop.Jika dibagian lambung terdengar bunyi,bererti pipa sudah masuk kedalam lambung.Setelah itu ,Keluarkan udara yang ada didalam sebnyak jumlah yang dimasukan
·       Lakukan tindakan pemberian makanan dengan pertama-tama pasanglah corong    atau spuit pada pangkal pipa.
·       Tuangkan air matang sekitar 15 cc melalui bagian pinggir corong.
·       Masukan makanan dalam bentuk cair.lalu,masukan obat-obatan dan beri pasien minuman. Setelah selesai,klem kembali pipa penduga.
·       Catat hasil atau respon pasien selama pemberian makan.
·       Cuci tangan setelah melakukan tindakan.

c.   Pemberian Nutrisi Melalui Parenteral

Pemberian nutrisi melalui parental dilakukan pada pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui oral atau pipa nasogastric.
Nutrisi ini diberikan berupa cairan infus yang dimasukan ke dalam tubuh melalui darah vena,baik secara sentral (untuk nutrisi parenteral total) maupun vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial)
    Nutrisi parenteral parsial (diberikan melalui intravena untuk memenuhi sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien bagi pasien masih dapat menggunakan saluran pencernaan.cairan yang diberikan umumnya dlam bentuk dextrose atau cairan asam amino.
    Nutrisi parenteral total diberikan melalui intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya diberikan melalui cairan infus karena saluran pencernaan pasien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah Triofusin 1000 (mengandung karbihidrat), Pan Amin G (mengandung asam amino),dan intalipid (mengandung lemak)
    Indikasi pemberian nutrisi parenteral pada luka bakar adalah bila terjadi ketidakstabilan hemodinamik, resusitasi, pemakaian vasopressor, distensi abdomen atau cairan lambung >200 cc/hari.jenis dan jumlah yang diberikan tampak pada tabel dibawah ini.

Petunjuk pemberian nutrisi parenteral total

Zat Gizi
Asupan yang direkomendasikan
Total Cairan

Karbohidrat
Protein
Lemak (20%)


Albumin 25%
1,75 ml/kg/jam untuk bayi dan anak <20 kg,
1,5 ml/kg/jam untuk anak >20kg
5-7 mg/kg
2,5-4 g/kgbb
Mulai dengan 0,5 g/kg selama 12 jam hingga 1-1,5 g lemak kg/hari. Lemak intravena tidak diberikan dengan dosis >3,6 g/kg/hari
Bila Kadar albumin ,3 mg/dl

   Bila hemodinamik stabil, kebutuhan akan vasopressor mulai diturunkan, abdomen lembut dan tidak distensi, dan cairan lambung berkruang, maka segera dimulai pemberian nutrisi melalui enteral. Pemberian nutrisi parenteral tidak fisiologis , tidak memberikan nutrisi yang adekuat untuk saluran cerna , dan dapat meningkatkan risiko komplikasi.

2.5 Pemantauan Nutrisi

   Pada penderita luka bakar, diperlukan pemantauan nutrisi yang ketat. Panduan pemantauan tersebut dapat dilihat tabel di bawah ini.

Pemantauan nutrisi selama perawatan

Variabel

Fase


Akut
Rehabilitasi
Konvalesen
·       Berat badan

·       Asupan kalori dan protein
·       Albumin

·       Pre albumin
·       CRP
·       Urinary urea nitrogen (UUN)
Dua minggu sekali

Setiap hari

Tidak Diperiksa

Dua minggu sekali
Dua minggu sekali
Tiap minggu
Dua minggu sekali

Setiap hari

Setiap bulan bila diperlukan
Tidak diperiksa
Tidak Diperiksa Tidak Diperiksa
Pada jadwal kunjungan
Bila status gizi terganggu
Bila status gizi terganggu
Tidak Diperiksa
Tidak Diperiksa
Tidak Diperiksa
Sumber : Prelack

    Apabila diberikan nutrisi secara parenteral, maka dilakukan pemantauan seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Pemantauan biokimia pada pasien dengan nutrisi parenteral total

Penilaian
Akut
Akut, non-stressed
Non akut
·       Elektrolit


·       Fosfor, Mg, Ca
·       Albumin, Protein total
·       Prealbumin, CRP
Setiap hari


Semi-weekly
Setiap minggu

Setiap minggu
Semi-weekly


Semi-weekly
Setiap minggu

Setiap minggu
Setiap hari selama 3 hari, kemudian setiap minggu
Setiap minggu
Dua minggu sekali

Setiap minggu
Sumber : Prelack

2.6 Evaluasi Terapi Nutrisi

1.    Tanda insufisiensi nutrisi awal adalah kelelahan pada pasien.
2.  Toleransi nutrisi enteral dilihat dari : pengukuran residu volume gaster,perpindahan/transit ke intestine.
3.  Pemeriksaan lab rutin : kadar glukosa darah,keseimbangan elektrolit,fungsi ginjal dan liver,pengukuran metabolisme protein.
4.  Pengukuran antropometris : berat badan,BMI,mid-upper arm cirmference.
5.  Keseimbangan nitrogen (jika fungsi ginjal masi baik) sebagai indikator status dan efisinsi nutrisi yaitu :
     ·       Nitrogen loss = N urin + 8 mg/kgbb + 0,2 g N/% luas luka bakar
     ·       Atau dengan cara : N urin = ( [urea urin x 0,08]/2,14) + 4g.
6.  Penanda status protein : albumin,transthyretin/prealbumin,retinol binding protein,CRP (penanda inplamasi).



BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
       Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Luka bakar perlu ditangani secara saksama untuk mencegah kejadian yang mengancam jiwa. Prinsip utama penanganan luka bakar, menurut situs burn survivors online, meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan cairan dan elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.
       Diet pada luka bakar bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan.

3.2 Saran

1.    Pengaturan diet sangat dibutuhkan oleh penderita luka bakar untuk memastikan kebutuhan energinya tercukupi.
2.    Respons metabolik pada luka bakar mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan nitrogen negatif serta kehilangan berat badan yang cepat. Dengan demikian energi dan protein pengganti pun perlu diberikan secepatnya.
3.    Pemberian makanan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien. Bisa melaluisonde, disajikan bubur halus, kasar, tim, ataupun nasi. Cara pemberiannya pun sebaiknya bertahap dari porsi kecil hingga sesuai dengan kebutuhan penderita.
4.    Penanganan luka dan diet sebaiknya dilakukan di rumah sakit agar lebih terkontrol dan untuk menghindari dampak lebih fatal pascakebakaran.



Semoga bermanfaat^^ 
loading...

BAB I 
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang

Luka bakar merupakan salah satu rasa nyeri yang sangat hebat yang pernah atau dapat dialami seseorang yaitu rasa nyeri yang diakibatkan karena terbakar. Sewaktu kejadian luka bakar, terjadi rasa sakit yang sangat hebat karena ujung-ujung dari saraf rusak sehingga menimbulkan perasaan sakit yang terus menerus. Luka bakar dapat disebabkan oleh panas, kimia, listrik, cahaya, atau radiasi. Luka bakar sangat berbahaya karena dapat menyebabkan kematian. Luka bakar juga merupakan stres fisiologik akibat hipermetabolisme.
Beberapa karakteristik luka bakar yang terjadi membutuhkan tindakan khusus yang berbeda. Karakteristik ini meliputi luasnya, penyebab (etiologi) dan anatomi luka bakar. Luka bakar yang melibatkan permukaan tubuh yang besar atau yang meluas ke jaringan yang lebih dalam, memerlukan tindakan yang lebih intensif daripada luka bakar yang lebih kecil dan superficial. Luka bakar yang disebabkan oleh cairan yang panas (scald burn) mempunyai perbedaan prognosis dan komplikasi dari pada luka bakar yang sama yang disebabkan oleh api atau paparan radiasi ionisasi. Luka bakar karena bahan kimia memerlukan pengobatan yang berbeda dibandingkan karena sengatan listrik (elektrik) atau percikan api. Luka bakar yang mengenai genetalia menyebabkan resiko infeksi yang lebih besar daripada di tempat lain dengan ukuran yang sama. Luka bakar pada kaki atau tangan dapat mempengaruhi kemampuan fungsi kerja klien dan memerlukan teknik pengobatan yang berbeda dari lokasi pada tubuh yang lain.
Selain teknik pengobatan dan perawatan luka bakar yang baik, pasien luka bakar juga membutuhkan nutrisi yang baik untuk mendukung penyembuhannya. Gangguan nutrisi pada pasien yang dirawat dapat disebabkan karena keadaan penyakit penderita atau dapat juga disebabkan kurangnya perhatian petugas kesehatan. Menurut pakar ahli gizi sekitar 75 persen status gizi pasien yang dirawat di rumah sakit mengalami penurunan. Penatalaksanaan nutrisi adalah prioritas untuk mengurangi kelihangan gizi selama periode hipermetabolisme dan untuk mempromosikan perbaikan selama masa penyembuhan. Karena itu pelayanan gizi pasien, khususnya bagi penderita luka bakar, yang dirawat di rumah sakit perlu dilakukan secara dini agar dapat dilakukan upaya pemberian nutrisi yang diperlukan.
Pemberian nutrisi bukan sekadar memberi makan, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan gizi bagi penderita. Dengan demikian kerja sama antara dokter yang merawat dengan ahli gizi sangat diperlukan, agar makanan yang dihidangkan sesuai dengan kebutuhan penderita tersebut.

1.2   Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini, antara lain :
1.    Bagaimana patofisiologi pada luka bakar ?
2.  Apa saja perubahan metabolisme pada luka bakar ?
3.  Apa saja terapi nutrisi pada luka bakar ?
4.  Apa saja jalur pemberian terapi nutrisi pada luka bakar ?
5.  Bagaimana pemantauan terapi nutrisi pada luka bakar ?
6.  Bagaimana evaluasi terapi nutrisi pada luka bakar ?

1.3          Tujuan Masalah

1.    Untuk memberikan pengetahuan mengenai patofisiologi luka bakar
2.  Untuk memberikan pengetahuan mengenai perubahan metabolisme pada luka bakar
3.  Untuk memberikan pengetahuan mengenai pemberian nutrisi pada penderita luka bakar.






BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1      Patofisiologi

Luka bakar timbul akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik , atau bahan kimia. Luka bakar diklarifikasikan berdasarkan kedalaman dab luas daerah yang terbakar.

1.1          Tipe Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman dan Tingkat Keseriusan

a.     Berdasarkan Kedalaman Luka Bakar
Luka bakar dapat digolongkan sebagai derajat pertama, derajat kedua superfisial, derajat kedua dalam atau derajat ketiga. Luka bakar yang merusak tulang, otot, dan jaringan dalam dapat di klasifikasikan sebagai derajat keempat. Luka bakar akibat sengatan arus listrik menyebabkan robeknya jaringan dan digolongkan sebagai luka bakar derajat empat.

1.    Luka Bakar Derajat Pertama
Terbatas di epidermis, misalnya terbakar matahari. Terdapat eritema dan nyeri, tetapi tidak segera timbul lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 3-4 hari. Luka bakar ini tidak menimbulkan jaringan parut. Biasanya tidak timbul komplikasi.
2.  Luka Bakar Derajat Kedua Superfisial
Meluas ke epidermis dan kedalam lapisan dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan menimbulkan lepuh dalam beberapa menit. Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun orang-orang tertentu terutama orang Amerika keturunan Afrika, dapat mengalami jaringan parut karena luka ini. Penyembuhan biasanya memerlukan waktu sebulan. Komplikasi jarang terjadi, walaupun mungkin timbul infeksi sekunder pada luka.
3.  Luka Bakar Derajat Kedua Dalam
Meluas ke seluruh dermis. Folikel rambut mungkin utuh dan akan tumbuh kembali. Luka bakar jenis ini hanya sensitif parsial terhadap nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik. Namun, daerah disekitarnya biasanya mengalami luka bakar derajat kedua superfisial yang nyeri.
        Pada luka bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu beberapa minggu dan pembersihan (debridement ) secara bedah untuk membuang jaringan yag mati. Biasanya diperlukan tandur kulit pada luka bakar ini selalu terjadi pembentukan  jaringan parut.
4.  Luka Bakar Derajat Ketiga
Meluas ke epidermis, dermis dan jaringan subkutis. Kapiler dan vena mungkin hangus dan aliran darah ke daerah tersebut berkurang. Saraf rusak sehingga luka tidak terasa nyeri. Namun, daerah di sekitarnya biasanya memperlihatkan nyeri seperti pada luka bakar derajat kedua. Luka bakar jenis ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan untuk sembuh dan diperlukan pembersihan secara bedah dan penanduran. Luka bakar derajat ketiga membentuk jaringan parut dan jaringan tampak seperti kulit yang keras. Luka bakar derajat keempat meluas ke otot dan tulang jaringan dalam.
 b. Berdasarkan tingkat keseriusan luka bakar
American Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu :
1.    Luka bakar mayor
         Luka bakar dengan luas lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
         Luka bakar fullthickness lebih dari 20%.
         Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
         Terdapat trauma inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat   dan luasnya luka.
         Terdapat luka bakar listrik bertegangan tinggi.
2.    Luka bakar moderat
         Luka bakar dengan luas 15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak-    anak.
         Luka bakar fullthickness kurang dari 10%.
         Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan               perineum.
3.    Luka bakar minor
Luka bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak      (1992) adalah :
         Luka bakar dengan luas kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari   10 % pada anak-anak.
         Luka bakar fullthickness kurang dari 2%.
         Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
         Luka tidak sirkumfer.
2.1.2          Luas Luka Bakar

Luas luka bakar mengacu kepada presentase luas luka bakar derajat kedua atau lebih dibandingkan dengan luas permukaan tubuh. Untuk menentukan luas luka bakar, tubuh dibagi menjadi prsentase relatif luas permukaan. Sebagai contoh, lengan (atas dan bawah) dianggap memiliki luas 9% dari luas permukaan tubuh, sedangkan tungkai 18%. Prsentase luas tubuh yang terbakar dijumlahkan sehingga didapat presentase total. Penentuan presentase luka bakar dengan metode ini disebut “Rumus Sembilan”(rules of nine). Luka bakar luas didefinisikan sebagai luka bakar yang mengenai 25% sampai 40% luas permukaan tubuh seorang dewasa, dan antara 15% sampai 25% luas permukaan tubuh anak. Luka bakar yang luasnya lebih dari 40% pada orang dewasa atau 25% pada anak berkaitan dengan angka kematian yang tinggi. Tingkat kesehatan keseluruhan dari pasien harus dipertimbangkan sewaktu memperkirakan daya hidup pasien luka bakar. Anak-anak dan orang tua memiliki angka kematian yang meningkat dibandingkan orang dewasa muda atau usia pertengahan. Orang yang terkena luka bakar luas harus dipindahkan ke fasilitas khusus perawatan luka bakar sesegera mungkin.
1. Dewasa
·       Kepala bagian depan                        4,5%
·       Kepala bagian belakang                   4,5%
·       Dada                                        9%
·       Punggung atas                         9%
·       Perut                                       9%
·       Punggung bawah                        9%
·       Kelamin                            1%
·       Lengan atas depan                  4,5%                              
·       Lengan atas belakang                      4,5%              
·       Tungkai depan                          9%
·       Tungkai belakang                     9%

     TotaI 100%

2. Bayi
·       Kepala dan leher                     21%
·       Badan bagian depan         13% 
·       Badan bagian belakang            13%
·       Lengan                             10%
·       Tungkai                            13.5%
·       Bokong                             5%
·       Alat Kelamin                    1%

2.1.3  Efek Luka Bakar yang Luas

Luka bakar yang luas mempengaruhi metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh. Semua sistem terganggu, terutama sistem kardiovaskular. Karena semua organ memerlukan aliran darah yang adekuat, maka perubahan fungsi kardiovaskular memiliki dampak luas pada daya tahan hidup dan pemulihan passien.

2.1.4           Respon Kardiovaskular pada Luka Bakar yang Luas

Dalam beberapa jam setelah luka bakar yang  luas, kemampuan kapiler untuk berfungsi sebagai sawar difusi hilang, dan cairan keluar dari sistem vaskular.  Terjadi penimbunan filtrat di ruang interstisium diantara sel-sel sehingga terjadi edema interstisium yang luas dan penurunan drastis tekanan darah. Dapat timbul syok ireversibel. Hilangnya integritas kapiler digambarkan sebagai hilangnya sumbatan kapiler. Mekanisme penyebab hilangnya sumbatan kapiler belum sepenuhnya dipahami, walaupun riset-riset mengisaratkan bahwa beberapa mediator peradangan, termasuk histamin dan prostaglandin, ikut berperan. Histamin dan sebagian prostaglandin adalah vasodilator kuat.
Selama priode kebocoran kapiler, sel-sel darah putih dan merah tidak melewati kapiler. Hal ini meningkatkan kepekatan darah dan menyebabkan aliran darah merambat. Pasien beresiko mengalami pembentukan bekuan darah. Dapat terjadi syok ireversibel. Dengan melemahnya denyut jantung, terjadi penimbunan darah diparuh sehingga timbul kongesti paru  dan peningkatan peningkatan resiko pembentukan embolus. Penimbunan aliran darah ke ginjal menyebabkan hipoksia ginjal dan pengeluaran urin menjadi berkurang. Sistem renin-angiostensin terangsang sehingga mengalami peningkatan volume, maka edema semakin parah dan semakin meningkatkan resiko kongesti paru dan pneumonia. Hipoksia saluran cerna menyebabkan cedera pada sel-sel penghasi mukus sehingga timbul ulkus lambung dan deodenum. Dalam waktu sekitar 24-48 jam setelah luka bakar, kapiler tersumbat kembali dengan dan cairan secara perlahan diserap ulang ke dalam sirkuasi. Namun, efek dari hilangnya sumbatan tersebut masih ada dan risiko morbiditas dan mortalitas tetap tinggi.

1.5          Respon Sel Terhadap Luka Bakar

Sel-sel mengalami kebocoran elektrolit, sehingga natrium tertimbun di dalam sel dan terjadi pembengkakkan. Kalium keluar sel dan masuk ke cairan ekstrasel. Magnesium dan fosfat keluar dari sel. Perubahan-perubahan ini mempengaruhi potensial membran semua sel dan dapat menyebabkan disritmia jantung serta perubahan pada fungsi susunan saraf pusat.
Luka bakar yang luas menghambat fungsi imun. Berkurangnya fungsi imun, disertai hilangnya fungsi protektif kulit, menempatkan pasien pada risiko tinggi infeksi. Penurunan fungsi kekebalan tampaknya disebabkan oleh pelepasan hormon-hormon, tidak terbatas pada glikokortikoid, terutama kortisol. Kortisol dikeuarkan dalam keadaan stres dan merupakan imunosupresan pada konsentrasi tinggi.
Pada luka bakar yanga luas, laju metabolisme secara drastis meningkat. Peningkatan kecepatan metabolisme dapat terjadi akibat pengaktivan sistem saraf simpatis dan akibat hialangnya panas sewaktu kulit rusak. Pusat kontrol suhu di hipotalamus terpengaruh oleh respons terhadap luka bakar yang luas, sehingga terjadi pengaktivan di titik tertentu di hipotalamus. Hal ini dapat terjadi dari respons peradangan yang luas karena jaringan yang mulai sembuh membutuhkan banyak kalori.
Luka bakar selalu diikuti respon stres. Respon stres dirancang untuk :
1.    Memproduksi cukup kkal untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang meningkat dari luka bakar. Meningkatnya sekresi epinefrin, norepinefrin, dan kortikosteroid akibat dari pemecahan  glikogen, simpanan lemak, dan protein tubuh, terutama otot-otot skletal. Efek bersih dari luka yang parah adalah meningkatnya kehilangan nitrogen urin, otot-otot yang menyusut, dan kehilangan berat.
2.  Mempertahankan volume darah. Sekresi hormon antidiuretik (ADH) meningkat selama respon stres, dengan menurunya jumlah urin yang keluar dan retensi cairan.

 1.6          Gambaran Klinis

1.    Luka bakar derajat pertama ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah 24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
2.  Luka bakar derajat kedua superfisial ditandai oleh segera terjadinya lepuh dan nyeri hebat
3.  Luka bakar derajat kedua dalam ditandai lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
4.  Luka bakar derajat ketiga tampak datar, tipis, dan kering. Dapat ditemukan kogulasi pembuluh-pembuluh darah. Kulit mungkin tampak putih atau hitam dan leathery.
5.  Luka bakar listrik munkin mirip dengan luka bakar panas, atau mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang manjadi gembung. Internal akibat luka bakar listrik biasanya timbul di titik kontak listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah daripada luka yang tampak di bagian luar.

2.1.7    Komplikasi

1.    Setiap luka bakar dapat terinfeksi yang mengakibatkan cacat lebih lanjut atau kematian
2.  Lambatnya aliran darah dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli paru.
3.  Kerusakan paru akibat inhalasi asap atau pembentukan embolu. Dapat terjadi kongesti paru akibat gagal jantung kiri atau infark miokardium, serta sindrom distres pernapasan pada orang dewasa.
4.  Gangguanelektrolit dapat menyebabkan disrutmia jantung
5.  Syok luka bakar dapat secara ireversibel merusak ginjal sehingga timbul gagal ginjal dalam satu atau dua minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal akibat hipokisia ginjal atau rabdomiolisis (obsruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat nekrosis otot yang luar).
6.  Penurunan aliran darah ke saluran cerna dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mukus sehingga terjadi ulkus peptikun.
7.  Dapat terjadi koagulasi intravaskulas diterima (DIC) karena destruksi jaringan yang luas
8.  Pada luka bakar yang luas akan menimbulkan kecacatan, trauma psikologis dapat menyebabkan depresi, perpecahan keluarga, dan keinginan untuk bunuh diri. Gejala-gejala psikologis dapat timbul setiap saat setelah luka bakar. Gejala-gejala dapat datang dan pergi berulang-ulang kapan saja seumur hidup.
9.  Beban biaya pada keluarga pasien pengidap luka bakar yang luas sangat besar. Apabila pasien orang dewasa, yang hilang tidak saja penghasilan tetapi perawatan pasien tersebut juga harus terus menerus dan mahal.


2.2       Perubahan Metabolisme pada Luka Bakar

Kasus luka bakar merupakan suatu keadaan stress metabolisme yang menyebabkan respon neuroendokrin.keadaan ini disebut juga hoper metabolisme.Reaksi pertama dari luka bakar dikenal dengan fase awal/fese akut/fase syok yang berlangsung singkat,ditandai dengan terjadinya penurunan tekanan darah,curah jantung,suhu tubuh,dan konsumsi oksigen,serta hilangnya cairan dan elektrolit yang mengakibatkan terjadinya hipofolemi,hipoperfusi,dan aksidosisi laktat.
Reaksi selanjutnya disebut fase flow yang berlangsung selama beberapa minggu atau lebih.pada fase ini terjadi kondisi hepermetabolisme dan hiperkatabolisme.dibandingkan cidera lainya,terdapat fase hepermetabolisme yang ditandai dengan peningkatan pemakaian energi yang disertai kehilangan panas melalui proses penguapan (evaporative haet loss),peningkatan akyivitas selular,dan pelepasan peptidaparakrin.
Peningkatan evaporative haet loss dan stimulasi β adrenergik disebabkan oleh beberapa hal :
·     Jaringan yang mengalami kerusakan (dan atau kehilangan) tidak aktif sebagai sarana protektif.
·     Peningkatan aliran darah kelokal cidera sehingga panas dari sentral dilepas didaerah tersebut,dan melalui proses evavorasi terjadi kehilangan cairan dan panas yang menyebabkan penurunan suhu tubuh (energi panas yang digunakan untuk proses evavorasi kurang lebih 578 kcal/Liar). Dengan peningkatan aliran darah kedaerah lokal cidera,terjadi peningkatan curah jantung secara disproporsional yang memacu kerja jantung.disisi lain,peningkatan suhu pada daerah luka akibat bertambahnya naliran kedaerh lokal cidera ini secara teoritis akan mempercepat proses penyembuhan.namun pada kenyataan nya kehilangan panas (energi) akan diakselarasi oleh adanya febris.

                IWL = (25 + %LB) x TBSA x 24jam
 
Kondisi evavorative head loss dan jaringan luka yang terbuka menyebabkan kehilangan cairan tubuh ytang berlebihan,karena perlu mempertimbangkan insesible water loss(IWL) lebih banyak dari biasanya. Perhitungan IWL pada penderita luka bakar menggunakan persamaan :
    

%LB = presentase luka bakar
TBSA = Total body surfese area
      Stimulus β adrenergik menyebabkan melepasnya hormon stress (katokolamin,kortison,glukagon),dan adanya resistensi insulin akan menyebabakan peningkatan laju metabolisme disertai perubahan metabolisme berupa glikolisis,glikogenolisis,proteolisis,lipolisis,dan glukoneogenisis,selain itu terjadi pila retensi natrium,dan reasobsi air.
         Perubahan metabolisme pda penderita luka bakar bukan hanya terjadi  oleh adanya perubahan hormon stress saja,tetapi juga disebebkan oleh mediator sel radang seperti sitokin,eikosanoid(prostaglandin,tromboksan,leukarin) dan radikan bebas yang dilepaskan kedalam sirkulasi menyusul terjadinya suatu cidera jaringan.reaksi dari mediator-modiator ini dikenal sebagai SIRS.Pelepasan sitoksin seperti IL-1,IL-2,IL-6,dan TNF akan menyebabkan keadaan hiperkatabolisme menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama,keadaan tersebut akan memperburuk perjalanan penyakit pada luka bakar.
Gejala klinik yang timbul pada status katablik ekstensif iniadalah kelemahan,emasiasi,kelelahan,gangguan fungsi organ vital dan balans energi negatif.untuk menghadapi kondisi stress,diperlukan kebutuhan energi yang lebih besar,bahkan pada penderita luas luka bakar lebih dari 40% luas permukaan tubuh akan terjadi penurunan BB mencapai lebih kurang 20%,pada penurunan BB 10-40% akan dijumpai kondisi yang dapat disamakan degan malnutrisi sedangakn bila penurunan BB mencapai 40-50% akan menggambarkan kondisi keseimbangan mekrogen negatif dengan kehilangan massa protein lebih kurang 25-30%,bila kondisi ini terjadi akan berakibat fatal.
1.    Metabolisme Karbohidrat
Glukosa adalah sumber bahan bakar metabolik utama untuk semua komponen seluler pada proses penyembuhan luka bakar. Pada kondisi trauma berat, khususnya pada luka bakar terjadi keadaan hiperglikemi yang disebut Burn pseudo diabetes. Level glukosa darah meningkat pada pasien luka bakar dibandingkan level sirkulasi insulin selama resulstitasi. Peningkatan hormone anti–insulin (kotekolamin, glukagon, kartisol) akanterjadi untuk meng’ conter’ efek miningkan insulin dan diperlukan untuk menjaga glukoneogenisis yang adekuaat untuk memenuhi kebutuhab energi pasien. Pada daerah luka terjadi peningkatan aliran darah setempat dan uptake glukosa tampa disertai peningkaatan kosumsi oksigen hal ini akan menghasilkan keadaan metabolisme anaerob yang mengubah glukosa menjadi laktat.
Kesimpulanya, glukasa diperlukan untuk penyembuhan luka dan fungsi imun pada penderita luka bakar disuplai oleh hati dari sekuens glukosa-laktat-glukasa dari siklus Cary, dan dari pengubah asam amino yang disumbangkan oleh pemecahan otot perifer. Suplai glukosa melalui suppot nutrisi akan mengurangi proteolisis dan memilihara massa bebas lemak. Akan tetapi pasien luka bakar mungkin mengalami kesulitan metobolisme glukosa ketika diberi asupan lebih besar dari 4-5 mg/kg/menit. Oleh karena itu maka dalam pemberian makanan tambahan harus dilakukan perhitungan kebutuhan kalori yang sesuain untuk pasien luka bakar dan terdiri dari lemak serta protein.
2.   Metabolisme Lemak
  Normalnya metabolisme lemak menyediakan porsi energi paling besar yang digunakan pada saat kestersediaan glukosa tidak adekuat. Rendahnya konsentrasi insulin di sirkulasi menyebabkan peningkatan lipolisi dan kitogenesis, dan jaringan perifer di ubah ke metabolisme gliserol, asam lemak  bebas, dan badan keton.
  Perubahan neuroendokrin yang menyertai luka bakar mengubah metabolisme lemak secara signifikan. Lipolysis meningkat setelah luka bakar, sebagai respon dari meningkatnya kotekolamin di sirkulasi, serta gliserol dan asam lemak bebas di jadikan bahan bakar oleh jaringan yang tidak terbakar. Ketogenesis menurun pada pasien luka bakar. Badan keton merupakan salah satu sumber energi alternatif utama yang digunakan selama priode starvasi, hal ini menyebapkan meningkatnya kebutuhan untuk gluconeogenesis. Efek protein sparring pada lemak terbatas pada luka bakar. Penambahan kandungan lemak dalam diet yang lebih besar dari 30% dapat merusak fungsi imun dan tidak akan menyediakan tambahan massa tubuh bebas lemak.
3. Metabolisme Protein
        Penderita luka bakar tidak hanya menggunakan protein untuk gluconeogenesis tapi juga untuk membentuk protein fase akut, penyembuhan muka, mempertahankan fungsi imun, serta mengganti hilangnya protein melalui eksudat luka. Kerena asam amino dilepaskan hanya oleh jaringan yang tidak terbakar, maka asam amino menurun pada pasien dengan luka bakar luas.
        Akibat dari perubahan hormona yang terjadi, proteolysis di otot perifer meningkat cepat dan dilepaskanya alanin dan glutamin. Alanin adalah amino acid glukoneogenik penting, dan pengukuran pengeluaran alanine  dari otot skelet pada pasien luka bakar meningkat 3 kali lipat. Besarnya pelepasan alanin periper ini sebanding dengan luas luka bakar dan parallel dengan besarnya gluconeogenesis dan ureogenesis. Disfungsi hepatic sekunder pada sefsis dan adanya penyakit hepatic dapat mempengaruhi evektifitas perubahan alanin menjadi glukosa dan menyebapkan komplikasi dalam managemen metabolic. Sedangkan glutamin merupakan bahan bakar untuk epital usus, sel imunitas, dan pembentukan amunia di ginjal.
        Kesimpulannya, tujuan dari support nutrisi adalah untuk meminimalisasi proteolysis yang terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, dengan cara menyediakan sumber alternative glukosa dan protein.
4. Metabolisme Air
        Pasien luka bakar mengalami kehilangan cairan yang sangat banyak. Cairan tubuh menguap melalui kulit, pasien memerlukan lingkungan pada suhu yang hangat dan perawatan yang intensif, dalam 24 jam pertama resusitasi memerlukan cairan sampai 30 Liter. Munculnya eksudat menyebabkan lebihbanyak cairan yang hilang. Selain itu temperature tubuh pasien meningkat dan pasien sering mengalami demam.
5. Metabolsime Elektrolit
     Hiponatemia dapat terjadi pada pasien yang penguapan berkurang drastis karena pemakaian pembalut ata grafting , yang akan mengubah cairan. Atau pada perawatan menggunakan siver nitrat, yang cenderung menarik natrium dari luka. Hipokalemia  sering terjadi selama periode resusitasi dan selama sintesis protein. Peningkatan serum kalium dalam darah menandakan hidrasi yang tidak adekuat.
     Hipokalsemia  terjadi bersama hipoalbuminemia pada pasien luka bakar yang luasnya lebih dari 30% luas permukaan tubuhnya. Kehilangan kalsium yang berlebihan terjadi bila pasien dimobilisasi atau dirawat dengan silver nitrat. Magnesium juga mungkin hilang melalui luka bakar sehingga memerlukan perhatian.
     Hipophosphatermia diidentifikasi pada pasien luka bakar berat. Hal ini terutama terjadi pada pasien yang menerima cairan resusitasi dalam jumlah besar dengan infus parenteral solusi glukosa dan pemberian antasid dosis tinggi untuk pencegahan stress ulcer. Kadar serumnya harus dimonitor dan diperlukan suplementasi fospat.
6. Metabolisme Mineral
   Zinc  level terdapat pada luka bakar. Zinc adalah kofaktor dalam metabolisme energi dan sintesis protein. Anemia dapat terjadi karena defisiensi besi, dan diterapi dengan pemberian packed red blood cells.
7. Metabolsime Vitamin
        Vitamin c dihubungkan dengan sintesis kolagen dengan fungsi imun, dan diperlukan dalam penyembuhan luka. Vitamin A adalah nutrient pentign untuk fungsi imun dan epitalialisasi.

2.3  Terapi Nutrisi

        Support nutrisi adalah factor yang paling penting dalam perawatan untuk pasien luka bakar. Penyembuhan luka hanya dapat terjadi pada fase anabolik. Pemberian makanan enteral yang  dini (dalam 4-12 jam) memperlihatkan penurunan respon hiperkatabolik, menurunkan pelepasan katakolamin dan glukagon, menambah berat badan, dan memperpendek masa perawatan di rumah sakit.
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar ditunjukkan pada table berikut :

Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar
1.meminimalisasi respon metabolik dengan cara:
·       Mengontrol suhu lingkungan
·       Mempertahankan  keseimbangan cairan dan elektrolit
·       Mengontrol rasa sakit dan cemas
·       Menutup luka bakar segera
2.memenuhi kebutuhan nutrisi dengan cara :
·       Menyediakan kalori yang cukup untuk mencegah berat badan lebih besar dari 10% berat badan normal.
·       Menyediakan protein yang cukup untuk tercapainy positif nitrogen balance dan mempertahankan atau menggantikan cadangan protein
·       Menyediakan suplementasi vitamin dan mineral yang di indikasikan
3. mencegah ulcer curling dengan cara:
·       Menyediakan antasid atau pemberiaan makanan enteral continu.


1. Kebutuhan Kalori
Rumus yang telah ada dapat menghitung kebutuhan kalori pasien luka bakar secara akurat. Persamaan harris – benedict kurang dapat memperkirakan kebutuhan kalori karena tidak melibatkan faktor stress, dan studi yang dilakukan menentukan faktor stress bervariasi dari 1.5 hingga 2.1 .

Pria        : 66,47 + ( 13,75 x BB [kg]) + (5 x TB [cm]) -  (6,76 x umur [Tahun]) x AF x BF

Wanita   : 65,51 + (9,56 x BB [kg]) + 1,85 x TB [cm]) – (4,6 x umur [Tahun]) x AF x BF

AF   :  Actifity factor = 1,2 – 1,3
BF    : Burn faktor      = 1,5 – 2,1 (deep burn).
Sebalikanya, rumus dari curreri berlebih untuk mengukur kebutuhan kalorinya, yaitu :
Kebutuhan energi = 25 kcal/kg = 40 kcal% BS area

        Saat ini pemberian energi untuk penderita luka bakar tidak boleh melebihi 30-40 kcal /kg per hari
        Pengukuran metabolic rate pada pasien luka bakar yang dirawat di united state institute of surgical research ( USAISR) telah digunakan un tuk merumuskan nutrisi berdasar umur, ukuran tubuh, dan luas luka bakar. Analisis yang kini di dapat dari kalori meter linier dengan plateau REE pada 2-2,5x BMR saat luka bakar 60% atau lebih indirek menemukan hubungan linier antara metabolic rate luas luka bakar dan bertentangan dengan studi-studi sebelumnya, yang menemukan kurva dari luas permukaan badan. Studi serupa diuniversitas toronto mendeskripsikan hubungan linier antara  prentase total area tubul yang terbakar, basal energy expenditure yang di harapkan (diukur dengan rumus Harris-Benedict), suhu tubuh, jumlah hari setelah terbakar, dan termogenik efek makanan. Ke dua studi ini mengkonfirmasi rumus berdasarkan studi metabolic sebelumnya yang overestimate kebutuhan kalori pasien luka bakar pada perwatan masa kini.
        Hubungan antara kebutuhan energi dan luas luka bakar kosisten untuk pasien yang bernapas bebas, tapi variasi data dari pasien yang di beri bantuan ventilasi mekanik mebuat perkiraan kebutuhan kalori kurang akurat. Data kalorimeter indirek pada pasien dengan ventilasi mekanik dapat menjadi tidak akurat karena adanya ventilasi area yang mati (dead space), kebocoran udara pada sistem ventilatory, dan peningkatan kerja pernapasan selama sedasi yang inadekuat. Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada pasien dengan ventilator mekanik harus diukur pertama­-tama dengan kalorimeter indirek tapi harus dievaluasi respon pasien terhadap support nutrisi.
        Studi longitudinal REE pada pasien luka bakar ditemukan tidak ada hubungan antara energi ekpenditur dengan luas luka bakar. Walaupun eksisi total segera dan skin grafting pada keseluruhan luka baar dapat menghilangkan respon hipermetabolik, eksisi luka bakar yang dini dan penutupan luka pada 48-72 jam tidak memberikan efek pada metabolic rate.
        Pennetuan kebutuhan kalori, baik yang didapat melalu rumus maupun dari kilometre indirect, harus dikoreksi untuk aktivitas, walaupun sekarang ini dilaporkan pada pasien rawat inap, yang sakit parah tidak memerlukan koreksi untuk aktivitas, pada pasien luka bakar biasanya dilibatkan dalam program terapi fisik ekstensive untuk meminimalisasi komplikasi luka bakar. Biasanya, kalori akhir yang didapat 20-25%  lebih basar dari REE.
        Pemberian karbohidrat dan lemak dengan jumlah adekuat untuk memenuhi kalori yang mungkin dapat menjadi komplikasi karena perubahan substrat metabolisme dan system GI yang telah disebutkan sebelumnya. Secara umum, kebutuhan kalori untuk pasien luka bakar dapat dipenuhi dengan pemberian solusi enteral standar pada jumlah yang dapat ditolerir oleh system GI. Contoh penentuan kalori menggunakan rumus USAIR.
Diperlihatkan dalam table -1

Table 1. Sampel Kalkulus Kebutuhan Kalori

1. Seorang pria berusia 30 tahun dengan 30% TBS luka bakar TB = 70’’ , BB = 170 LB
2. BSA (m²) =  = 1,95 m²
3. BMR = 54,337281 – 1,19961 (30) + 0,02548 (30)² - 0,00018 (30)³ = 36,42 kcal
4. REE = ( BMR x [0,89142 + {0,01335 x TBS}]) x BSA x 24 x AF
    REE = 36,42 [0,89142 + {0,01335 x 30}] x 1,95 x 24 x 1,25 = 2752.5 kcal perhari

TBS = Total Burn Size
BSA = Body Surface Area
BMR = Basal Matebolic Rate
REE = Resting Energy Expenditure
AF = Activity Factor
        Selain itu, rumus Galveston biasa digunakna untuk memperkirakan kebutuhan kalori pada luka bakar segala umur = 1800 kkal/m² + 2200 kkal/m² dari luka bakar. Untuk anak kurang dari 3 tahun, rumus polk dapat memeprkirakan kebutuhan kalori dengan rumus :
(60 kkal x Kg BB) + (35 kkal x % luka bakar)
2. Kebutuhan Nitrogen
        Penentuan keseimbangan nitrogen pada pasien luka bakar disulitkan dengan kehilangan protein dari luka terbuka. Pasien luka bakar yang dalam keadaan hipermetabolic dan starvasi dapat kehilangan 30gr nitrogen/hari , dengan 20-30% kehilangan terjadi pada pembentukan eksudat serosa dari luka bakar.
        Studi yang dilakukan Waxman dan rekan-rekannya, meneliti kehilangan protein dari permukaan yang selruuh atau sebagian ketebalan luka bakar. Peneliti-peneliti tersebut menemukan bahwa rata-rata kehilangan protein/hari melalui luka bakar untuk akhir luka minggu pertama dapat diperkirakan sebagai berikut
Protein loss (g)= 1,2 x BSA (m2) x % luka bakar
·         Pada minggu kedua paska luka bakar kehilangan pretein menjadi tinggal setengahnya ; protein loss (g)= 0,6 x BSA (m­2) x % luka bakar
Sedengkan kehilangan Nitrogen melalui luka bakar diperkirakan:
·       untuk luka bakar hari 1-3:
Nitrogen loss (g)= 0,3 x BSA x % luka bakar
·       untuk luka bakar hari ke 4-16 digunakan rumus pada tabel di bawah ini, sehingga kebutuhan protein harian dapat diperkirakan.
Kebutuhan protein perhari dapat dihitung dengan formula berikut ini :
Kebutuhan protein = 6,25x kebutuhan energi (kcal)/ 150

Tabel 2 Nitrogen balance pada Pasien Luka Bakar

Intake= gram protein / 6,25
Output= UUN/0,8+g+wound factor
Wound factor:
Paska luka bakar hari 1-3=0,3x(BSA) x (TBS)
Paska luka bakar hari 4-16= 0,1x(BSA)X(TBS)
4g = inseneible loss
UUN= Urinary Urea Nitrogen
TBS= Total Body Surface Area burn(%)
BSA= Body Surface area



Positif nitrogen balance pada pasien luka bakar tidak dapta diperkirakan melalui konstrrasi albumin,prealbumin,retinol-binding protein,atau transferin.perubah level protein visecrel sebagai protein penunjang juga tidak memiliki korelasi dengan nitrogen balence.pertentangan ini adalah manifestasi dari kehilangan protein yang tejadi melalui luka bakar,bersamaan dengan variabel volume cairan infus selama periode resusitasi dan sesudahnya.
 
Ø Nutrisi enteral
Indikas nutrisi enteral :
1.    Luas luka bakar > 20% permukaan tubuh.
2.  Nutrisi alami tidak memungkinkan karena penurunan kesadaran,luka bakar pada wajah,jejas pada traktus respiratorius,trakeostomi.
3.  Adanya status malnutrisi sebelum luka bakar,penyakit krosnis yang parah.

Ø Keuntungan nutrisi enteral dari pada varental adalah :
1.    Memproteksi membrane nukosa intestine
2.  Mencegah translokas i bakteri
3.  Lebih fisiologis
4.  Menurunkan resiko infeksi
5.  Lebih murah.

Ø Metode nutrisi enteral :
1.    Dengan NGT
2.  Nasoduodenal / nasojejunal tubes
3.  Percutanneous gastrotome (durasi lama sampai 155 hari)

Ø Kandungan nutrisi enteral
1.    Karbohidrat  : < 5-7 mg/kg/menit.
2.  Protein : 22-25% dengan mempertimbangkan keseimbangan cairan,kadar nitrogen,dan kreatinin dalam darah atau 2,5-3,0 g/kg BB pada anak-anak.
3.  Lemak : <40% kalori non protein atau 5-15% total kebutuhan energi
4.  Mikroelemen (Zn,Tembaga,Se)
5.  Vitamin (vit-c,B1,B6,B12,A,E)
6.  Imunomodulator (leucine,glutamin,arginin,omitin-eketoglukarat,asam lemak,ω3).

Sebagai nutrisi enteral dimulai sesegera mungkin setelah periode syok berakhir,biasanya hari kedua atau ketiga setelah kejadian luka bakar.Namun penelitian menunjukan bahwa nutrisi enteral sudah dimulai dari 6 jam setelah trauma untuk mencegah translokasi bakteri yang da[at mencegah terjadinya sindrom sepsis.sehingga sebaiknya nutrisi enteral dimulai dengan campuran hipokalori (0,5 kcal/ml) dengan kecepatan 25 ml/jam. Jika dapat ditoleransi  baik oleh pasien maka dapat dinakikan 25 ml/8jam sampai menjadi 100-120ml/jam.

2.4  Jalur Pemberian Nutrisi

a. Pemberian Nutrisi Melalui Oral

Pemberian nutrisi melalui oral dilakukan pada pasien yang tidak mampu memenuhi  kebutuhan nutrisinya sendiri dengan cara membantu memberikan nutrisi melalui oral(mulut).Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dan membangkitkan selera makan pasien.

b.   Pemberian Nutrisi Melalui Pipa penduga/lambung atau NGT

    Pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung dilakukan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan nutrisi secara oral,misalnya karena sulut menelan.Oleh karena diberikan melalui pipa penduga,nutrisi yang diberikanadalah nutrisi yang berbentuk cair.
    Prosedur kerja pemberian nutrisi melalui pipa penduga/lambung adalah sebagai berikut.

1.    Alat dan bahan
·   Pipa penduga dalam tempatnya
·   Corong
·   Spuit 20 cc
·   Pengelas
·   Bengkok
·   Plester,gunting
·   Makanan dalam bentuk cair
·   Air matang
·   Obat
·   Stetoskop
·   Klem
·   Vaksin
2.  Prosedur Kerja
·       Cuci tangan sebelum memulai tindakan
·       Jelaskan prosedur kerja yang akan dilakukan kepada pasien
·       Atur posisi pasien dengan posisi semi-fowler
·       Bersihkan daerah hidung
·       Pasang pengalas didaerah dada
·       Letakan bengkok didekat pasien
·       Tentukan letak pipa dengan cara mengukur panjang pipa dari epigastrum sampai hidung,kemudian dibengkokan ke telinga dan beri tanda batasnya
·       Berikan vaselin atau pelican pada ujung pipa dan klem pangkal pipa tersebut
·       Masukan pipa melalui hidung secara perlahan-lahan sambil mengnjurkan pasien untuk menelannya
·       Pastikan bahwa pipa sudah masuk ke lambung dengan cara sebagai berikut.Masukan udara dengan spuit melalui pipa penduga dan dengarkan dengan stetoskop.Jika dibagian lambung terdengar bunyi,bererti pipa sudah masuk kedalam lambung.Setelah itu ,Keluarkan udara yang ada didalam sebnyak jumlah yang dimasukan
·       Lakukan tindakan pemberian makanan dengan pertama-tama pasanglah corong    atau spuit pada pangkal pipa.
·       Tuangkan air matang sekitar 15 cc melalui bagian pinggir corong.
·       Masukan makanan dalam bentuk cair.lalu,masukan obat-obatan dan beri pasien minuman. Setelah selesai,klem kembali pipa penduga.
·       Catat hasil atau respon pasien selama pemberian makan.
·       Cuci tangan setelah melakukan tindakan.

c.   Pemberian Nutrisi Melalui Parenteral

Pemberian nutrisi melalui parental dilakukan pada pasien yang tidak dapat menerima makanan melalui oral atau pipa nasogastric.
Nutrisi ini diberikan berupa cairan infus yang dimasukan ke dalam tubuh melalui darah vena,baik secara sentral (untuk nutrisi parenteral total) maupun vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial)
    Nutrisi parenteral parsial (diberikan melalui intravena untuk memenuhi sebagian kebutuhan nutrisi harian pasien bagi pasien masih dapat menggunakan saluran pencernaan.cairan yang diberikan umumnya dlam bentuk dextrose atau cairan asam amino.
    Nutrisi parenteral total diberikan melalui intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya diberikan melalui cairan infus karena saluran pencernaan pasien tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah Triofusin 1000 (mengandung karbihidrat), Pan Amin G (mengandung asam amino),dan intalipid (mengandung lemak)
    Indikasi pemberian nutrisi parenteral pada luka bakar adalah bila terjadi ketidakstabilan hemodinamik, resusitasi, pemakaian vasopressor, distensi abdomen atau cairan lambung >200 cc/hari.jenis dan jumlah yang diberikan tampak pada tabel dibawah ini.

Petunjuk pemberian nutrisi parenteral total

Zat Gizi
Asupan yang direkomendasikan
Total Cairan

Karbohidrat
Protein
Lemak (20%)


Albumin 25%
1,75 ml/kg/jam untuk bayi dan anak <20 kg,
1,5 ml/kg/jam untuk anak >20kg
5-7 mg/kg
2,5-4 g/kgbb
Mulai dengan 0,5 g/kg selama 12 jam hingga 1-1,5 g lemak kg/hari. Lemak intravena tidak diberikan dengan dosis >3,6 g/kg/hari
Bila Kadar albumin ,3 mg/dl

   Bila hemodinamik stabil, kebutuhan akan vasopressor mulai diturunkan, abdomen lembut dan tidak distensi, dan cairan lambung berkruang, maka segera dimulai pemberian nutrisi melalui enteral. Pemberian nutrisi parenteral tidak fisiologis , tidak memberikan nutrisi yang adekuat untuk saluran cerna , dan dapat meningkatkan risiko komplikasi.

2.5 Pemantauan Nutrisi

   Pada penderita luka bakar, diperlukan pemantauan nutrisi yang ketat. Panduan pemantauan tersebut dapat dilihat tabel di bawah ini.

Pemantauan nutrisi selama perawatan

Variabel

Fase


Akut
Rehabilitasi
Konvalesen
·       Berat badan

·       Asupan kalori dan protein
·       Albumin

·       Pre albumin
·       CRP
·       Urinary urea nitrogen (UUN)
Dua minggu sekali

Setiap hari

Tidak Diperiksa

Dua minggu sekali
Dua minggu sekali
Tiap minggu
Dua minggu sekali

Setiap hari

Setiap bulan bila diperlukan
Tidak diperiksa
Tidak Diperiksa Tidak Diperiksa
Pada jadwal kunjungan
Bila status gizi terganggu
Bila status gizi terganggu
Tidak Diperiksa
Tidak Diperiksa
Tidak Diperiksa
Sumber : Prelack

    Apabila diberikan nutrisi secara parenteral, maka dilakukan pemantauan seperti tampak pada tabel di bawah ini.

Pemantauan biokimia pada pasien dengan nutrisi parenteral total

Penilaian
Akut
Akut, non-stressed
Non akut
·       Elektrolit


·       Fosfor, Mg, Ca
·       Albumin, Protein total
·       Prealbumin, CRP
Setiap hari


Semi-weekly
Setiap minggu

Setiap minggu
Semi-weekly


Semi-weekly
Setiap minggu

Setiap minggu
Setiap hari selama 3 hari, kemudian setiap minggu
Setiap minggu
Dua minggu sekali

Setiap minggu
Sumber : Prelack

2.6 Evaluasi Terapi Nutrisi

1.    Tanda insufisiensi nutrisi awal adalah kelelahan pada pasien.
2.  Toleransi nutrisi enteral dilihat dari : pengukuran residu volume gaster,perpindahan/transit ke intestine.
3.  Pemeriksaan lab rutin : kadar glukosa darah,keseimbangan elektrolit,fungsi ginjal dan liver,pengukuran metabolisme protein.
4.  Pengukuran antropometris : berat badan,BMI,mid-upper arm cirmference.
5.  Keseimbangan nitrogen (jika fungsi ginjal masi baik) sebagai indikator status dan efisinsi nutrisi yaitu :
     ·       Nitrogen loss = N urin + 8 mg/kgbb + 0,2 g N/% luas luka bakar
     ·       Atau dengan cara : N urin = ( [urea urin x 0,08]/2,14) + 4g.
6.  Penanda status protein : albumin,transthyretin/prealbumin,retinol binding protein,CRP (penanda inplamasi).



BAB III
PENUTUP

3.1.  Kesimpulan
       Luka bakar dapat mengakibatkan masalah yang kompleks yang dapat meluas melebihi kerusakan fisik yang terlihat pada jaringan yang terluka secara langsung. Luka bakar perlu ditangani secara saksama untuk mencegah kejadian yang mengancam jiwa. Prinsip utama penanganan luka bakar, menurut situs burn survivors online, meliputi pengurangan rasa sakit, mencegah infeksi, menyeimbangkan cairan dan elektrolit tubuh, serta asupan gizi yang baik.
       Diet pada luka bakar bertujuan untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah terjadinya gangguan metabolik serta mempertahankan status gizi secara optimal selama proses penyembuhan.

3.2 Saran

1.    Pengaturan diet sangat dibutuhkan oleh penderita luka bakar untuk memastikan kebutuhan energinya tercukupi.
2.    Respons metabolik pada luka bakar mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit, keseimbangan nitrogen negatif serta kehilangan berat badan yang cepat. Dengan demikian energi dan protein pengganti pun perlu diberikan secepatnya.
3.    Pemberian makanan sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pasien. Bisa melaluisonde, disajikan bubur halus, kasar, tim, ataupun nasi. Cara pemberiannya pun sebaiknya bertahap dari porsi kecil hingga sesuai dengan kebutuhan penderita.
4.    Penanganan luka dan diet sebaiknya dilakukan di rumah sakit agar lebih terkontrol dan untuk menghindari dampak lebih fatal pascakebakaran.



Semoga bermanfaat^^ 
loading...

Popular Posts

 
Syoretta's Blog Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template