BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Patofisiologi
Luka bakar timbul
akibat kulit terpajan ke suhu tinggi, syok listrik , atau bahan kimia. Luka
bakar diklarifikasikan berdasarkan kedalaman dab luas daerah yang terbakar.
1.1
Tipe Luka Bakar Berdasarkan Kedalaman
dan Tingkat Keseriusan
a.
Berdasarkan
Kedalaman Luka Bakar
Luka bakar dapat digolongkan sebagai
derajat pertama, derajat kedua superfisial, derajat kedua dalam atau derajat
ketiga. Luka bakar yang merusak tulang, otot, dan jaringan dalam dapat di
klasifikasikan sebagai derajat keempat. Luka bakar akibat sengatan arus listrik
menyebabkan robeknya jaringan dan digolongkan sebagai luka bakar derajat empat.
1.
Luka Bakar
Derajat Pertama
Terbatas di epidermis, misalnya
terbakar matahari. Terdapat eritema dan nyeri, tetapi tidak segera timbul
lepuh. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam 3-4 hari. Luka bakar ini tidak
menimbulkan jaringan parut. Biasanya tidak timbul komplikasi.
2. Luka Bakar Derajat Kedua Superfisial
Meluas ke epidermis dan kedalam lapisan
dermis. Luka bakar ini sangat nyeri dan menimbulkan lepuh dalam beberapa menit.
Luka bakar ini biasanya sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun
orang-orang tertentu terutama orang Amerika keturunan Afrika, dapat mengalami
jaringan parut karena luka ini. Penyembuhan biasanya memerlukan waktu sebulan.
Komplikasi jarang terjadi, walaupun mungkin timbul infeksi sekunder pada luka.
3. Luka Bakar Derajat Kedua Dalam
Meluas ke seluruh dermis. Folikel
rambut mungkin utuh dan akan tumbuh kembali. Luka bakar jenis ini hanya
sensitif parsial terhadap nyeri karena luasnya destruksi saraf-saraf sensorik.
Namun, daerah disekitarnya biasanya mengalami luka bakar derajat kedua
superfisial yang nyeri.
Pada
luka bakar jenis ini penyembuhannya memerlukan waktu beberapa minggu dan
pembersihan (debridement ) secara
bedah untuk membuang jaringan yag mati. Biasanya diperlukan tandur kulit pada
luka bakar ini selalu terjadi pembentukan
jaringan parut.
4. Luka Bakar Derajat Ketiga
Meluas ke epidermis,
dermis dan jaringan subkutis. Kapiler dan vena mungkin hangus dan aliran darah
ke daerah tersebut berkurang. Saraf rusak sehingga luka tidak terasa nyeri.
Namun, daerah di sekitarnya biasanya memperlihatkan nyeri seperti pada luka
bakar derajat kedua. Luka bakar jenis ini mungkin memerlukan waktu berbulan-bulan
untuk sembuh dan diperlukan pembersihan secara bedah dan penanduran. Luka bakar
derajat ketiga membentuk jaringan parut dan jaringan tampak seperti kulit yang
keras. Luka bakar derajat keempat meluas ke otot dan tulang jaringan dalam.
b. Berdasarkan
tingkat keseriusan luka bakar
American
Burn Association menggolongkan luka bakar menjadi tiga kategori, yaitu :
1. Luka bakar mayor
Luka bakar dengan luas
lebih dari 25% pada orang dewasa dan lebih dari 20% pada anak-anak.
Luka bakar
fullthickness lebih dari 20%.
Terdapat luka bakar
pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
Terdapat trauma
inhalasi dan multiple injuri tanpa memperhitungkan derajat dan
luasnya luka.
Terdapat luka bakar
listrik bertegangan tinggi.
2. Luka bakar moderat
Luka bakar dengan luas
15-25% pada orang dewasa dan 10-20% pada anak- anak.
Luka bakar
fullthickness kurang dari 10%.
Tidak terdapat luka
bakar pada tangan, muka, mata, telinga, kaki, dan perineum.
3. Luka bakar minor
Luka
bakar minor seperti yang didefinisikan oleh Trofino (1991) dan Griglak (1992) adalah :
Luka bakar dengan luas
kurang dari 15% pada orang dewasa dan kurang dari 10 % pada anak-anak.
Luka bakar
fullthickness kurang dari 2%.
Tidak terdapat luka
bakar di daerah wajah, tangan, dan kaki.
Luka tidak sirkumfer.
2.1.2
Luas Luka Bakar
Luas luka bakar mengacu kepada
presentase luas luka bakar derajat kedua atau lebih dibandingkan dengan luas
permukaan tubuh. Untuk menentukan luas luka bakar, tubuh dibagi menjadi
prsentase relatif luas permukaan. Sebagai contoh, lengan (atas dan bawah) dianggap
memiliki luas 9% dari luas permukaan tubuh, sedangkan tungkai 18%. Prsentase
luas tubuh yang terbakar dijumlahkan sehingga didapat presentase total.
Penentuan presentase luka bakar dengan metode ini disebut “Rumus
Sembilan”(rules of nine). Luka bakar luas didefinisikan sebagai luka bakar yang
mengenai 25% sampai 40% luas permukaan tubuh seorang dewasa, dan antara 15%
sampai 25% luas permukaan tubuh anak. Luka bakar yang luasnya lebih dari 40%
pada orang dewasa atau 25% pada anak berkaitan dengan angka kematian yang
tinggi. Tingkat kesehatan keseluruhan dari pasien harus dipertimbangkan sewaktu
memperkirakan daya hidup pasien luka bakar. Anak-anak dan orang tua memiliki
angka kematian yang meningkat dibandingkan orang dewasa muda atau usia
pertengahan. Orang yang terkena luka bakar luas harus dipindahkan ke fasilitas
khusus perawatan luka bakar sesegera mungkin.
1. Dewasa
· Kepala bagian depan 4,5%
· Kepala bagian belakang 4,5%
· Dada 9%
· Punggung atas 9%
· Perut 9%
· Punggung bawah 9%
· Kelamin 1%
· Lengan atas depan 4,5%
· Lengan atas belakang 4,5%
· Tungkai depan
9%
· Tungkai belakang
9%
TotaI 100%
2. Bayi
· Kepala dan leher 21%
· Badan bagian depan 13%
· Badan bagian belakang 13%
· Lengan 10%
· Tungkai 13.5%
· Bokong 5%
· Alat Kelamin 1%
2.1.3
Efek Luka Bakar yang Luas
Luka bakar yang luas mempengaruhi
metabolisme dan fungsi setiap sel tubuh. Semua sistem terganggu, terutama
sistem kardiovaskular. Karena semua organ memerlukan aliran darah yang adekuat,
maka perubahan fungsi kardiovaskular memiliki dampak luas pada daya tahan hidup
dan pemulihan passien.
2.1.4
Respon
Kardiovaskular pada Luka Bakar yang Luas
Dalam beberapa jam setelah luka bakar
yang luas, kemampuan kapiler untuk
berfungsi sebagai sawar difusi hilang, dan cairan keluar dari sistem
vaskular. Terjadi penimbunan filtrat di
ruang interstisium diantara sel-sel sehingga terjadi edema interstisium yang
luas dan penurunan drastis tekanan darah. Dapat timbul syok ireversibel.
Hilangnya integritas kapiler digambarkan sebagai hilangnya sumbatan kapiler.
Mekanisme penyebab hilangnya sumbatan kapiler belum sepenuhnya dipahami,
walaupun riset-riset mengisaratkan bahwa beberapa mediator peradangan, termasuk
histamin dan prostaglandin, ikut berperan. Histamin dan sebagian prostaglandin
adalah vasodilator kuat.
Selama priode kebocoran kapiler,
sel-sel darah putih dan merah tidak melewati kapiler. Hal ini meningkatkan
kepekatan darah dan menyebabkan aliran darah merambat. Pasien beresiko
mengalami pembentukan bekuan darah. Dapat terjadi syok ireversibel. Dengan
melemahnya denyut jantung, terjadi penimbunan darah diparuh sehingga timbul
kongesti paru dan peningkatan peningkatan
resiko pembentukan embolus. Penimbunan aliran darah ke ginjal menyebabkan
hipoksia ginjal dan pengeluaran urin menjadi berkurang. Sistem
renin-angiostensin terangsang sehingga mengalami peningkatan volume, maka edema
semakin parah dan semakin meningkatkan resiko kongesti paru dan pneumonia.
Hipoksia saluran cerna menyebabkan cedera pada sel-sel penghasi mukus sehingga
timbul ulkus lambung dan deodenum. Dalam waktu sekitar 24-48 jam setelah luka
bakar, kapiler tersumbat kembali dengan dan cairan secara perlahan diserap
ulang ke dalam sirkuasi. Namun, efek dari hilangnya sumbatan tersebut masih ada
dan risiko morbiditas dan mortalitas tetap tinggi.
1.5
Respon Sel Terhadap Luka Bakar
Sel-sel mengalami kebocoran elektrolit,
sehingga natrium tertimbun di dalam sel dan terjadi pembengkakkan. Kalium
keluar sel dan masuk ke cairan ekstrasel. Magnesium dan fosfat keluar dari sel.
Perubahan-perubahan ini mempengaruhi potensial membran semua sel dan dapat
menyebabkan disritmia jantung serta perubahan pada fungsi susunan saraf pusat.
Luka bakar yang luas menghambat fungsi
imun. Berkurangnya fungsi imun, disertai hilangnya fungsi protektif kulit,
menempatkan pasien pada risiko tinggi infeksi. Penurunan fungsi kekebalan
tampaknya disebabkan oleh pelepasan hormon-hormon, tidak terbatas pada glikokortikoid,
terutama kortisol. Kortisol dikeuarkan dalam keadaan stres dan merupakan
imunosupresan pada konsentrasi tinggi.
Pada luka bakar yanga luas, laju
metabolisme secara drastis meningkat. Peningkatan kecepatan metabolisme dapat
terjadi akibat pengaktivan sistem saraf simpatis dan akibat hialangnya panas
sewaktu kulit rusak. Pusat kontrol suhu di hipotalamus terpengaruh oleh respons
terhadap luka bakar yang luas, sehingga terjadi pengaktivan di titik tertentu
di hipotalamus. Hal ini dapat terjadi dari respons peradangan yang luas karena
jaringan yang mulai sembuh membutuhkan banyak kalori.
Luka bakar selalu diikuti respon stres.
Respon stres dirancang untuk :
1.
Memproduksi
cukup kkal untuk memenuhi kebutuhan metabolik yang meningkat dari luka bakar.
Meningkatnya sekresi epinefrin, norepinefrin, dan kortikosteroid akibat dari
pemecahan glikogen, simpanan lemak, dan
protein tubuh, terutama otot-otot skletal. Efek bersih dari luka yang parah
adalah meningkatnya kehilangan nitrogen urin, otot-otot yang menyusut, dan
kehilangan berat.
2. Mempertahankan volume darah. Sekresi
hormon antidiuretik (ADH) meningkat selama respon stres, dengan menurunya
jumlah urin yang keluar dan retensi cairan.
1.6
Gambaran Klinis
1.
Luka bakar
derajat pertama ditandai oleh kemerahan dan nyeri. Dapat timbul lepuh setelah
24 jam dan kemudian kulit mungkin terkelupas.
2. Luka bakar derajat kedua superfisial
ditandai oleh segera terjadinya lepuh dan nyeri hebat
3. Luka bakar derajat kedua dalam ditandai
lepuh, atau jaringan kering yang sangat tipis yang menutupi luka yang kemudian
terkelupas. Luka mungkin tidak nyeri.
4. Luka bakar derajat ketiga tampak datar,
tipis, dan kering. Dapat ditemukan kogulasi pembuluh-pembuluh darah. Kulit
mungkin tampak putih atau hitam dan leathery.
5. Luka bakar listrik munkin mirip dengan
luka bakar panas, atau mungkin tampak sebagai daerah keperakan yang manjadi
gembung. Internal akibat luka bakar listrik biasanya timbul di titik kontak
listrik. Kerusakan internal akibat luka bakar listrik mungkin jauh lebih parah
daripada luka yang tampak di bagian luar.
2.1.7
Komplikasi
1.
Setiap luka
bakar dapat terinfeksi yang mengakibatkan cacat lebih lanjut atau kematian
2. Lambatnya aliran darah dapat
menyebabkan pembentukan bekuan darah sehingga timbul cerebrovascular accident, infark miokardium, atau emboli paru.
3. Kerusakan paru akibat inhalasi asap
atau pembentukan embolu. Dapat terjadi kongesti paru akibat gagal jantung kiri
atau infark miokardium, serta sindrom distres pernapasan pada orang dewasa.
4. Gangguanelektrolit dapat menyebabkan
disrutmia jantung
5. Syok luka bakar dapat secara
ireversibel merusak ginjal sehingga timbul gagal ginjal dalam satu atau dua
minggu pertama setelah luka bakar. Dapat terjadi gagal ginjal akibat hipokisia
ginjal atau rabdomiolisis (obsruksi mioglobin pada tubulus ginjal akibat
nekrosis otot yang luar).
6. Penurunan aliran darah ke saluran cerna
dapat menyebabkan hipoksia sel-sel penghasil mukus sehingga terjadi ulkus
peptikun.
7. Dapat terjadi koagulasi intravaskulas
diterima (DIC) karena destruksi jaringan yang luas
8. Pada luka bakar yang luas akan
menimbulkan kecacatan, trauma psikologis dapat menyebabkan depresi, perpecahan
keluarga, dan keinginan untuk bunuh diri. Gejala-gejala psikologis dapat timbul
setiap saat setelah luka bakar. Gejala-gejala dapat datang dan pergi
berulang-ulang kapan saja seumur hidup.
9. Beban biaya pada keluarga pasien
pengidap luka bakar yang luas sangat besar. Apabila pasien orang dewasa, yang
hilang tidak saja penghasilan tetapi perawatan pasien tersebut juga harus terus
menerus dan mahal.
2.2 Perubahan Metabolisme pada Luka Bakar
Kasus
luka bakar merupakan suatu keadaan stress metabolisme yang menyebabkan respon
neuroendokrin.keadaan ini disebut juga hoper metabolisme.Reaksi pertama dari
luka bakar dikenal dengan fase awal/fese akut/fase syok yang berlangsung
singkat,ditandai dengan terjadinya penurunan tekanan darah,curah jantung,suhu
tubuh,dan konsumsi oksigen,serta hilangnya cairan dan elektrolit yang
mengakibatkan terjadinya hipofolemi,hipoperfusi,dan aksidosisi laktat.
Reaksi
selanjutnya disebut fase flow yang berlangsung selama beberapa minggu atau
lebih.pada fase ini terjadi kondisi hepermetabolisme dan
hiperkatabolisme.dibandingkan cidera lainya,terdapat fase hepermetabolisme yang
ditandai dengan peningkatan pemakaian energi yang disertai kehilangan panas
melalui proses penguapan (evaporative haet loss),peningkatan akyivitas
selular,dan pelepasan peptidaparakrin.
Peningkatan
evaporative haet loss dan stimulasi β adrenergik disebabkan oleh beberapa hal :
· Jaringan yang mengalami kerusakan (dan
atau kehilangan) tidak aktif sebagai sarana protektif.
· Peningkatan aliran darah kelokal cidera
sehingga panas dari sentral dilepas didaerah tersebut,dan melalui proses
evavorasi terjadi kehilangan cairan dan panas yang menyebabkan penurunan suhu
tubuh (energi panas yang digunakan untuk proses evavorasi kurang lebih 578 kcal/Liar).
Dengan peningkatan aliran darah kedaerah lokal cidera,terjadi peningkatan curah
jantung secara disproporsional yang memacu kerja jantung.disisi
lain,peningkatan suhu pada daerah luka akibat bertambahnya naliran kedaerh
lokal cidera ini secara teoritis akan mempercepat proses penyembuhan.namun pada
kenyataan nya kehilangan panas (energi) akan diakselarasi oleh adanya febris.
IWL = (25 + %LB)
x TBSA x 24jam
|
|
Kondisi evavorative
head loss dan jaringan luka yang terbuka menyebabkan kehilangan cairan tubuh
ytang berlebihan,karena perlu mempertimbangkan insesible water loss(IWL) lebih
banyak dari biasanya. Perhitungan IWL pada penderita luka bakar menggunakan persamaan
:
%LB
= presentase luka bakar
TBSA =
Total body surfese area
Stimulus β adrenergik menyebabkan
melepasnya hormon stress (katokolamin,kortison,glukagon),dan adanya resistensi
insulin akan menyebabakan peningkatan laju metabolisme disertai perubahan
metabolisme berupa glikolisis,glikogenolisis,proteolisis,lipolisis,dan
glukoneogenisis,selain itu terjadi pila retensi natrium,dan reasobsi air.
Perubahan metabolisme pda penderita
luka bakar bukan hanya terjadi oleh
adanya perubahan hormon stress saja,tetapi juga disebebkan oleh mediator sel
radang seperti sitokin,eikosanoid(prostaglandin,tromboksan,leukarin) dan
radikan bebas yang dilepaskan kedalam sirkulasi menyusul terjadinya suatu
cidera jaringan.reaksi dari mediator-modiator ini dikenal sebagai
SIRS.Pelepasan sitoksin seperti IL-1,IL-2,IL-6,dan TNF akan menyebabkan keadaan
hiperkatabolisme menjadi lebih berat dan berlangsung lebih lama,keadaan
tersebut akan memperburuk perjalanan penyakit pada luka bakar.
Gejala
klinik yang timbul pada status katablik ekstensif iniadalah
kelemahan,emasiasi,kelelahan,gangguan fungsi organ vital dan balans energi
negatif.untuk menghadapi kondisi stress,diperlukan kebutuhan energi yang lebih
besar,bahkan pada penderita luas luka bakar lebih dari 40% luas permukaan tubuh
akan terjadi penurunan BB mencapai lebih kurang 20%,pada penurunan BB 10-40%
akan dijumpai kondisi yang dapat disamakan degan malnutrisi sedangakn bila
penurunan BB mencapai 40-50% akan menggambarkan kondisi keseimbangan mekrogen
negatif dengan kehilangan massa protein lebih kurang 25-30%,bila kondisi ini
terjadi akan berakibat fatal.
1.
Metabolisme
Karbohidrat
Glukosa
adalah sumber bahan bakar metabolik utama untuk semua komponen seluler pada
proses penyembuhan luka bakar. Pada kondisi trauma berat, khususnya pada luka
bakar terjadi keadaan hiperglikemi yang disebut Burn pseudo diabetes. Level
glukosa darah meningkat pada pasien luka bakar dibandingkan level sirkulasi
insulin selama resulstitasi. Peningkatan hormone anti–insulin (kotekolamin,
glukagon, kartisol) akanterjadi untuk meng’ conter’ efek miningkan insulin dan
diperlukan untuk menjaga glukoneogenisis yang adekuaat untuk memenuhi kebutuhab
energi pasien. Pada daerah luka terjadi peningkatan aliran darah setempat dan
uptake glukosa tampa disertai peningkaatan kosumsi oksigen hal ini akan
menghasilkan keadaan metabolisme anaerob yang mengubah glukosa menjadi laktat.
Kesimpulanya, glukasa
diperlukan untuk penyembuhan luka dan fungsi imun pada penderita luka bakar
disuplai oleh hati dari sekuens glukosa-laktat-glukasa dari siklus Cary, dan
dari pengubah asam amino yang disumbangkan oleh pemecahan otot perifer. Suplai
glukosa melalui suppot nutrisi akan mengurangi proteolisis dan memilihara massa
bebas lemak. Akan tetapi pasien luka bakar mungkin mengalami kesulitan
metobolisme glukosa ketika diberi asupan lebih besar dari 4-5 mg/kg/menit. Oleh
karena itu maka dalam pemberian makanan tambahan harus dilakukan perhitungan
kebutuhan kalori yang sesuain untuk pasien luka bakar dan terdiri dari lemak
serta protein.
2.
Metabolisme Lemak
Normalnya
metabolisme lemak menyediakan porsi energi paling besar yang digunakan pada
saat kestersediaan glukosa tidak adekuat. Rendahnya konsentrasi insulin di
sirkulasi menyebabkan peningkatan lipolisi dan kitogenesis, dan jaringan
perifer di ubah ke metabolisme gliserol, asam lemak bebas, dan badan keton.
Perubahan
neuroendokrin yang menyertai luka bakar mengubah metabolisme lemak secara
signifikan. Lipolysis meningkat setelah luka bakar, sebagai respon dari
meningkatnya kotekolamin di sirkulasi, serta gliserol dan asam lemak bebas di
jadikan bahan bakar oleh jaringan yang tidak terbakar. Ketogenesis menurun pada
pasien luka bakar. Badan keton merupakan salah satu sumber energi alternatif
utama yang digunakan selama priode starvasi, hal ini menyebapkan meningkatnya
kebutuhan untuk gluconeogenesis. Efek protein sparring pada lemak terbatas pada luka bakar. Penambahan kandungan
lemak dalam diet yang lebih besar dari 30% dapat merusak fungsi imun dan tidak
akan menyediakan tambahan massa tubuh bebas lemak.
3.
Metabolisme Protein
Penderita luka bakar tidak hanya
menggunakan protein untuk gluconeogenesis tapi juga untuk membentuk protein
fase akut, penyembuhan muka, mempertahankan fungsi imun, serta mengganti
hilangnya protein melalui eksudat luka. Kerena asam amino dilepaskan hanya oleh
jaringan yang tidak terbakar, maka asam amino menurun pada pasien dengan luka
bakar luas.
Akibat
dari perubahan hormona yang terjadi, proteolysis di otot perifer meningkat
cepat dan dilepaskanya alanin dan glutamin. Alanin adalah amino acid
glukoneogenik penting, dan pengukuran pengeluaran alanine dari otot skelet pada pasien luka bakar
meningkat 3 kali lipat. Besarnya pelepasan alanin periper ini sebanding dengan
luas luka bakar dan parallel dengan besarnya gluconeogenesis dan ureogenesis.
Disfungsi hepatic sekunder pada sefsis dan adanya penyakit hepatic dapat
mempengaruhi evektifitas perubahan alanin menjadi glukosa dan menyebapkan
komplikasi dalam managemen metabolic. Sedangkan glutamin merupakan bahan bakar
untuk epital usus, sel imunitas, dan pembentukan amunia di ginjal.
Kesimpulannya,
tujuan dari support nutrisi adalah untuk meminimalisasi proteolysis yang
terjadi dalam rangka memenuhi kebutuhan energi, dengan cara menyediakan sumber
alternative glukosa dan protein.
4.
Metabolisme Air
Pasien
luka bakar mengalami kehilangan cairan yang sangat banyak. Cairan tubuh menguap
melalui kulit, pasien memerlukan lingkungan pada suhu yang hangat dan perawatan
yang intensif, dalam 24 jam pertama resusitasi memerlukan cairan sampai 30
Liter. Munculnya eksudat menyebabkan lebihbanyak cairan yang hilang. Selain itu
temperature tubuh pasien meningkat dan pasien sering mengalami demam.
5.
Metabolsime Elektrolit
Hiponatemia dapat terjadi pada pasien yang
penguapan berkurang drastis karena pemakaian pembalut ata grafting , yang akan mengubah cairan. Atau pada perawatan
menggunakan siver nitrat, yang cenderung menarik natrium dari luka. Hipokalemia sering terjadi selama periode resusitasi dan
selama sintesis protein. Peningkatan serum kalium dalam darah menandakan
hidrasi yang tidak adekuat.
Hipokalsemia terjadi bersama hipoalbuminemia pada pasien
luka bakar yang luasnya lebih dari 30% luas permukaan tubuhnya. Kehilangan
kalsium yang berlebihan terjadi bila pasien dimobilisasi atau dirawat dengan
silver nitrat. Magnesium juga mungkin hilang melalui luka bakar sehingga
memerlukan perhatian.
Hipophosphatermia diidentifikasi pada pasien luka bakar
berat. Hal ini terutama terjadi pada pasien yang menerima cairan resusitasi
dalam jumlah besar dengan infus parenteral solusi glukosa dan pemberian antasid
dosis tinggi untuk pencegahan stress ulcer. Kadar serumnya harus dimonitor dan
diperlukan suplementasi fospat.
6.
Metabolisme Mineral
Zinc level terdapat pada luka bakar. Zinc adalah
kofaktor dalam metabolisme energi dan sintesis protein. Anemia dapat terjadi
karena defisiensi besi, dan diterapi dengan pemberian packed red blood cells.
7.
Metabolsime Vitamin
Vitamin
c dihubungkan dengan sintesis kolagen dengan fungsi imun, dan diperlukan dalam
penyembuhan luka. Vitamin A adalah nutrient pentign untuk fungsi imun dan
epitalialisasi.
2.3
Terapi Nutrisi
Support nutrisi adalah factor yang
paling penting dalam perawatan untuk pasien luka bakar. Penyembuhan luka hanya
dapat terjadi pada fase anabolik. Pemberian makanan enteral yang dini (dalam 4-12 jam) memperlihatkan
penurunan respon hiperkatabolik, menurunkan pelepasan katakolamin dan glukagon,
menambah berat badan, dan memperpendek masa perawatan di rumah sakit.
Tujuan
pemberian nutrisi pada pasien luka bakar ditunjukkan pada table berikut :
Tujuan pemberian nutrisi pada pasien luka bakar
|
1.meminimalisasi respon metabolik dengan cara:
·
Mengontrol suhu
lingkungan
·
Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
·
Mengontrol rasa sakit
dan cemas
·
Menutup luka bakar
segera
2.memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
cara :
· Menyediakan kalori yang cukup untuk mencegah berat badan
lebih besar dari 10% berat badan normal.
·
Menyediakan protein
yang cukup untuk tercapainy positif nitrogen balance dan mempertahankan atau
menggantikan cadangan protein
·
Menyediakan
suplementasi vitamin dan mineral yang di indikasikan
3. mencegah ulcer curling dengan cara:
· Menyediakan antasid atau pemberiaan makanan enteral
continu.
|
1. Kebutuhan
Kalori
Rumus yang telah ada dapat menghitung
kebutuhan kalori pasien luka bakar secara akurat. Persamaan harris – benedict
kurang dapat memperkirakan kebutuhan kalori karena tidak melibatkan faktor
stress, dan studi yang dilakukan menentukan faktor stress bervariasi dari 1.5
hingga 2.1 .
Pria : 66,47 + ( 13,75 x BB [kg]) + (5 x
TB [cm]) - (6,76 x umur [Tahun]) x AF
x BF
Wanita : 65,51 + (9,56 x BB [kg]) + 1,85 x TB
[cm]) – (4,6 x umur [Tahun]) x AF x BF
|
AF :
Actifity factor = 1,2 – 1,3
BF : Burn faktor = 1,5 – 2,1 (deep burn).
Sebalikanya, rumus dari
curreri berlebih untuk mengukur kebutuhan kalorinya, yaitu :
Kebutuhan energi = 25 kcal/kg = 40
kcal% BS area
|
Saat ini pemberian energi untuk
penderita luka bakar tidak boleh melebihi 30-40 kcal /kg per hari
Pengukuran metabolic rate pada pasien
luka bakar yang dirawat di united state institute of surgical research (
USAISR) telah digunakan un tuk merumuskan nutrisi berdasar umur, ukuran tubuh,
dan luas luka bakar. Analisis yang kini di dapat dari kalori meter linier
dengan plateau REE pada 2-2,5x BMR saat luka bakar 60% atau lebih indirek
menemukan hubungan linier antara metabolic rate luas luka bakar dan
bertentangan dengan studi-studi sebelumnya, yang menemukan kurva dari luas
permukaan badan. Studi serupa diuniversitas toronto mendeskripsikan hubungan
linier antara prentase total area tubul
yang terbakar, basal energy expenditure yang di harapkan (diukur dengan rumus
Harris-Benedict), suhu tubuh, jumlah hari setelah terbakar, dan termogenik efek
makanan. Ke dua studi ini mengkonfirmasi rumus berdasarkan studi metabolic
sebelumnya yang overestimate kebutuhan kalori pasien luka bakar pada perwatan
masa kini.
Hubungan antara kebutuhan energi dan
luas luka bakar kosisten untuk pasien yang bernapas bebas, tapi variasi data
dari pasien yang di beri bantuan ventilasi mekanik mebuat perkiraan kebutuhan
kalori kurang akurat. Data kalorimeter indirek pada pasien dengan ventilasi
mekanik dapat menjadi tidak akurat karena adanya ventilasi area yang mati (dead
space), kebocoran udara pada sistem ventilatory, dan peningkatan kerja
pernapasan selama sedasi yang inadekuat. Oleh karena itu, kebutuhan kalori pada
pasien dengan ventilator mekanik harus diukur pertama-tama dengan kalorimeter
indirek tapi harus dievaluasi respon pasien terhadap support nutrisi.
Studi longitudinal REE pada pasien luka
bakar ditemukan tidak ada hubungan antara energi ekpenditur dengan luas luka
bakar. Walaupun eksisi total segera dan skin grafting pada keseluruhan luka
baar dapat menghilangkan respon hipermetabolik, eksisi luka bakar yang dini dan
penutupan luka pada 48-72 jam tidak memberikan efek pada metabolic rate.
Pennetuan kebutuhan kalori, baik yang
didapat melalu rumus maupun dari kilometre indirect, harus dikoreksi untuk
aktivitas, walaupun sekarang ini dilaporkan pada pasien rawat inap, yang sakit
parah tidak memerlukan koreksi untuk aktivitas, pada pasien luka bakar biasanya
dilibatkan dalam program terapi fisik ekstensive untuk meminimalisasi
komplikasi luka bakar. Biasanya, kalori akhir yang didapat 20-25% lebih basar dari REE.
Pemberian karbohidrat dan lemak dengan
jumlah adekuat untuk memenuhi kalori yang mungkin dapat menjadi komplikasi
karena perubahan substrat metabolisme dan system GI yang telah disebutkan
sebelumnya. Secara umum, kebutuhan kalori untuk pasien luka bakar dapat
dipenuhi dengan pemberian solusi enteral standar pada jumlah yang dapat
ditolerir oleh system GI. Contoh penentuan kalori menggunakan rumus USAIR.
Diperlihatkan
dalam table -1
Table 1. Sampel Kalkulus Kebutuhan
Kalori
1. Seorang pria berusia 30 tahun
dengan 30% TBS luka bakar TB = 70’’ , BB = 170 LB
2. BSA (m²) = = 1,95 m²
3. BMR = 54,337281 – 1,19961 (30) +
0,02548 (30)² - 0,00018 (30)³ = 36,42 kcal
4. REE = ( BMR x [0,89142 + {0,01335
x TBS}]) x BSA x 24 x AF
REE = 36,42 [0,89142 + {0,01335 x 30}] x 1,95 x 24 x 1,25 = 2752.5
kcal perhari
|
TBS
= Total Burn Size
BSA
= Body Surface Area
BMR
= Basal Matebolic Rate
REE
= Resting Energy Expenditure
AF
= Activity Factor
Selain itu, rumus Galveston biasa
digunakna untuk memperkirakan kebutuhan kalori pada luka bakar segala umur =
1800 kkal/m² + 2200 kkal/m² dari luka bakar. Untuk anak kurang dari 3 tahun,
rumus polk dapat memeprkirakan kebutuhan kalori dengan rumus :
(60
kkal x Kg BB) + (35 kkal x % luka bakar)
2.
Kebutuhan Nitrogen
Penentuan keseimbangan nitrogen pada
pasien luka bakar disulitkan dengan kehilangan protein dari luka terbuka.
Pasien luka bakar yang dalam keadaan hipermetabolic dan starvasi dapat
kehilangan 30gr nitrogen/hari , dengan 20-30% kehilangan terjadi pada
pembentukan eksudat serosa dari luka bakar.
Studi yang dilakukan Waxman dan
rekan-rekannya, meneliti kehilangan protein dari permukaan yang selruuh atau
sebagian ketebalan luka bakar. Peneliti-peneliti tersebut menemukan bahwa
rata-rata kehilangan protein/hari melalui luka bakar untuk akhir luka minggu
pertama dapat diperkirakan sebagai berikut
Protein loss (g)= 1,2 x BSA (m2) x % luka
bakar
·
Pada minggu
kedua paska luka bakar kehilangan pretein menjadi tinggal setengahnya ; protein loss (g)= 0,6 x BSA (m2)
x % luka bakar
Sedengkan
kehilangan Nitrogen melalui luka bakar diperkirakan:
·
untuk luka bakar hari 1-3:
Nitrogen loss (g)= 0,3 x BSA x % luka bakar
·
untuk luka bakar hari ke 4-16 digunakan rumus pada
tabel di bawah ini, sehingga kebutuhan protein harian dapat diperkirakan.
Kebutuhan
protein perhari dapat dihitung dengan formula berikut ini :
Kebutuhan
protein = 6,25x kebutuhan energi (kcal)/ 150
Tabel 2 Nitrogen balance pada Pasien Luka Bakar
Intake= gram
protein / 6,25
Output= UUN/0,8+g+wound
factor
|
Wound factor:
Paska luka
bakar hari 1-3=0,3x(BSA) x (TBS)
Paska luka
bakar hari 4-16= 0,1x(BSA)X(TBS)
|
4g = inseneible loss
UUN= Urinary Urea Nitrogen
TBS= Total Body Surface Area burn(%)
BSA= Body Surface area
|
Positif
nitrogen balance pada pasien luka bakar tidak dapta diperkirakan melalui
konstrrasi albumin,prealbumin,retinol-binding protein,atau transferin.perubah
level protein visecrel sebagai protein penunjang juga tidak memiliki korelasi
dengan nitrogen balence.pertentangan ini adalah manifestasi dari kehilangan
protein yang tejadi melalui luka bakar,bersamaan dengan variabel volume cairan
infus selama periode resusitasi dan sesudahnya.
Ø Nutrisi enteral
Indikas nutrisi
enteral :
1. Luas luka bakar > 20% permukaan tubuh.
2. Nutrisi alami tidak memungkinkan karena penurunan
kesadaran,luka bakar pada wajah,jejas pada traktus respiratorius,trakeostomi.
3. Adanya status malnutrisi sebelum luka bakar,penyakit
krosnis yang parah.
Ø Keuntungan nutrisi enteral dari pada varental adalah :
1. Memproteksi membrane nukosa intestine
2. Mencegah translokas i bakteri
3. Lebih fisiologis
4. Menurunkan resiko infeksi
5. Lebih murah.
Ø Metode nutrisi enteral :
1.
Dengan NGT
2. Nasoduodenal / nasojejunal tubes
3. Percutanneous gastrotome (durasi lama sampai 155 hari)
Ø Kandungan nutrisi enteral
1.
Karbohidrat : < 5-7 mg/kg/menit.
2. Protein : 22-25% dengan mempertimbangkan keseimbangan
cairan,kadar nitrogen,dan kreatinin dalam darah atau 2,5-3,0 g/kg BB pada
anak-anak.
3. Lemak : <40% kalori non protein atau 5-15% total
kebutuhan energi
4. Mikroelemen (Zn,Tembaga,Se)
5. Vitamin (vit-c,B1,B6,B12,A,E)
6. Imunomodulator
(leucine,glutamin,arginin,omitin-eketoglukarat,asam lemak,ω3).
Sebagai nutrisi
enteral dimulai sesegera mungkin setelah periode syok berakhir,biasanya hari kedua
atau ketiga setelah kejadian luka bakar.Namun penelitian menunjukan bahwa
nutrisi enteral sudah dimulai dari 6 jam setelah trauma untuk mencegah
translokasi bakteri yang da[at mencegah terjadinya sindrom sepsis.sehingga
sebaiknya nutrisi enteral dimulai dengan campuran hipokalori (0,5 kcal/ml)
dengan kecepatan 25 ml/jam. Jika dapat ditoleransi baik oleh pasien maka dapat dinakikan 25
ml/8jam sampai menjadi 100-120ml/jam.
2.4 Jalur
Pemberian Nutrisi
a. Pemberian Nutrisi Melalui Oral
Pemberian nutrisi melalui oral dilakukan pada pasien yang tidak mampu
memenuhi kebutuhan nutrisinya sendiri dengan cara membantu memberikan nutrisi
melalui oral(mulut).Tindakan ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi
pasien dan membangkitkan selera makan pasien.
b. Pemberian Nutrisi Melalui Pipa
penduga/lambung atau NGT
Pemberian nutrisi melalui pipa
penduga/lambung dilakukan pada pasien yang tidak dapat memenuhi kebutuhan
nutrisi secara oral,misalnya karena sulut menelan.Oleh karena diberikan melalui
pipa penduga,nutrisi yang diberikanadalah nutrisi yang berbentuk cair.
Prosedur kerja pemberian nutrisi
melalui pipa penduga/lambung adalah sebagai berikut.
1. Alat dan bahan
· Pipa penduga dalam tempatnya
· Corong
· Spuit 20 cc
· Pengelas
· Bengkok
· Plester,gunting
· Makanan dalam bentuk cair
· Air matang
· Obat
· Stetoskop
· Klem
· Vaksin
2. Prosedur Kerja
· Cuci tangan sebelum memulai
tindakan
· Jelaskan prosedur kerja yang
akan dilakukan kepada pasien
· Atur posisi pasien dengan
posisi semi-fowler
· Bersihkan daerah hidung
· Pasang pengalas didaerah dada
· Letakan bengkok didekat pasien
· Tentukan letak pipa dengan
cara mengukur panjang pipa dari epigastrum sampai hidung,kemudian dibengkokan
ke telinga dan beri tanda batasnya
· Berikan vaselin atau pelican
pada ujung pipa dan klem pangkal pipa tersebut
· Masukan pipa melalui hidung
secara perlahan-lahan sambil mengnjurkan pasien untuk menelannya
· Pastikan bahwa pipa sudah
masuk ke lambung dengan cara sebagai berikut.Masukan udara dengan spuit melalui
pipa penduga dan dengarkan dengan stetoskop.Jika dibagian lambung terdengar
bunyi,bererti pipa sudah masuk kedalam lambung.Setelah itu ,Keluarkan udara
yang ada didalam sebnyak jumlah yang dimasukan
· Lakukan tindakan pemberian
makanan dengan pertama-tama pasanglah corong
atau spuit pada pangkal pipa.
· Tuangkan air matang sekitar 15
cc melalui bagian pinggir corong.
· Masukan makanan dalam bentuk
cair.lalu,masukan obat-obatan dan beri pasien minuman. Setelah selesai,klem
kembali pipa penduga.
· Catat hasil atau respon pasien
selama pemberian makan.
· Cuci tangan setelah melakukan
tindakan.
c. Pemberian Nutrisi Melalui
Parenteral
Pemberian nutrisi melalui parental dilakukan pada pasien yang tidak dapat
menerima makanan melalui oral atau pipa nasogastric.
Nutrisi ini diberikan berupa cairan infus yang dimasukan ke dalam tubuh
melalui darah vena,baik secara sentral (untuk nutrisi parenteral total) maupun
vena perifer (untuk nutrisi parenteral parsial)
Nutrisi
parenteral parsial (diberikan melalui intravena untuk memenuhi sebagian
kebutuhan nutrisi harian pasien bagi pasien masih dapat menggunakan saluran
pencernaan.cairan yang diberikan umumnya dlam bentuk dextrose atau cairan asam
amino.
Nutrisi
parenteral total diberikan melalui intravena ketika kebutuhan nutrisi
sepenuhnya diberikan melalui cairan infus karena saluran pencernaan pasien
tidak dapat digunakan. Cairan yang dapat digunakan adalah Triofusin 1000
(mengandung karbihidrat), Pan Amin G (mengandung asam amino),dan intalipid
(mengandung lemak)
Indikasi pemberian nutrisi
parenteral pada luka bakar adalah bila terjadi ketidakstabilan hemodinamik,
resusitasi, pemakaian vasopressor, distensi abdomen atau cairan lambung >200
cc/hari.jenis dan jumlah yang diberikan tampak pada tabel dibawah ini.
Petunjuk pemberian nutrisi
parenteral total
Zat Gizi
|
Asupan yang direkomendasikan
|
Total Cairan
Karbohidrat
Protein
Lemak (20%)
Albumin 25%
|
1,75 ml/kg/jam untuk bayi dan anak <20 kg,
1,5 ml/kg/jam untuk anak >20kg
5-7 mg/kg
2,5-4 g/kgbb
Mulai dengan 0,5 g/kg selama 12 jam hingga 1-1,5 g lemak kg/hari. Lemak
intravena tidak diberikan dengan dosis >3,6 g/kg/hari
Bila Kadar albumin ,3 mg/dl
|
Bila hemodinamik stabil, kebutuhan akan
vasopressor mulai diturunkan, abdomen lembut dan tidak distensi, dan cairan
lambung berkruang, maka segera dimulai pemberian nutrisi melalui enteral.
Pemberian nutrisi parenteral tidak fisiologis , tidak memberikan nutrisi yang
adekuat untuk saluran cerna , dan dapat meningkatkan risiko komplikasi.
2.5 Pemantauan Nutrisi
Pada penderita luka bakar, diperlukan pemantauan nutrisi yang ketat.
Panduan pemantauan tersebut dapat dilihat tabel di bawah ini.
Pemantauan nutrisi selama perawatan
Variabel
|
|
Fase
|
|
|
Akut
|
Rehabilitasi
|
Konvalesen
|
·
Berat badan
·
Asupan kalori dan protein
·
Albumin
·
Pre albumin
·
CRP
·
Urinary urea nitrogen (UUN)
|
Dua minggu
sekali
Setiap
hari
Tidak
Diperiksa
Dua minggu
sekali
Dua minggu
sekali
Tiap
minggu
|
Dua minggu
sekali
Setiap
hari
Setiap
bulan bila diperlukan
Tidak diperiksa
Tidak
Diperiksa Tidak Diperiksa
|
Pada
jadwal kunjungan
Bila
status gizi terganggu
Bila
status gizi terganggu
Tidak
Diperiksa
Tidak Diperiksa
Tidak Diperiksa
|
Sumber : Prelack
Apabila diberikan nutrisi secara parenteral,
maka dilakukan pemantauan seperti tampak pada tabel di bawah ini.
Pemantauan biokimia pada pasien dengan nutrisi
parenteral total
Penilaian
|
Akut
|
Akut, non-stressed
|
Non akut
|
·
Elektrolit
·
Fosfor, Mg, Ca
·
Albumin, Protein total
·
Prealbumin, CRP
|
Setiap hari
Semi-weekly
Setiap minggu
Setiap minggu
|
Semi-weekly
Semi-weekly
Setiap minggu
Setiap minggu
|
Setiap
hari selama 3 hari, kemudian setiap minggu
Setiap
minggu
Dua minggu
sekali
Setiap
minggu
|
Sumber : Prelack
2.6 Evaluasi
Terapi Nutrisi
1. Tanda insufisiensi nutrisi awal adalah kelelahan pada
pasien.
2. Toleransi nutrisi enteral dilihat dari : pengukuran
residu volume gaster,perpindahan/transit ke intestine.
3. Pemeriksaan lab rutin : kadar glukosa
darah,keseimbangan elektrolit,fungsi ginjal dan liver,pengukuran metabolisme
protein.
4. Pengukuran antropometris : berat badan,BMI,mid-upper
arm cirmference.
5. Keseimbangan nitrogen (jika fungsi ginjal masi baik)
sebagai indikator status dan efisinsi nutrisi yaitu :
·
Nitrogen loss =
N urin + 8 mg/kgbb + 0,2 g N/% luas luka bakar
·
Atau dengan
cara : N urin = ( [urea urin x 0,08]/2,14) + 4g.
6. Penanda status protein :
albumin,transthyretin/prealbumin,retinol binding protein,CRP (penanda
inplamasi).
0 komentar:
Posting Komentar